Saya dan mungkin juga Anda, adalah satu dari sekian banyak pengagum Ibu Susi Pudjiastuti. Beliau adalah Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja, era Presiden dan Wakil Presiden RI ke-7 Ir. Joko Widodo Jusuf Kalla
Saat namanya tak tercatat lagi dalam Kabinet Joko Widodo Ma'ruf Amin pada Kabinet Indonesia Maju, saya sangat kecewa. Beragam pertanyaan menyesaki benak saya. Apa salah dan dosa Bu Susi sehingga tak diajak lagi oleh Pak Jokowi untuk membantu beliau? Mengapa begini mengapa begitu, dan seterusnya. Ya, namanya urusan politik, akhirnya saya memakluminya.
Sepanjang pengetahuan saya, selama beliau dipercayakan menakhodai laut dan ikan Indonesia, hampir tak ada cela. Tegas, dan tak pernah gentar menghabisi kapal asing yang berani masuk ke teritorial Indonesia tujuan mencuri ikan.
Meskipun ada khilaf dan salah, itu manusiawi. Karena manusia tak ada yang sempurna kecuali Allah SWT. Tak mungkin semua keputusan dan tindakannya dapat memuaskan semua pihak.
Kini pemilik Mas Kapai Susi air ini berada di luar kabinet, sikapnya terhadap pemerintah biasa-biasa saja. Masih tetatap berjuang memajukan Indonesia dengan caranya sendiri. Di antaranya lewat media sosial. Khususnya di bidang perikanan dan kelautan.
Apabila diperhatikan celotehan beliau di akun tweeternya, belum ditemui unggahannya yang bernada kebencian terhadap pemerintah.
Melontarkan kritik? Tentu iya. Namun dengan cara santun, cerdas, logis, dan dapat diterima oleh akal sehat. Tidak nyinyir, tidak bising, jauh dari caci maki, dan hujat sana hujat sini.
Bandingkan dengan sobat-sobat beliau yang sama-sama berstatus "mantan", dan tergabung dalam barisan "SKHT". Tiada satupun keputusan dan tindak-tanduk pemerintah yang benar di mata mereka. Seakan merekalah yang paling sempurna di muka bumi ini. Sehingga nyamuk pun dapat membaca apa yang ada di benak mereka.
Beberapa hari belakangan, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh pemberitaan tentang nasib 5 Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia, yang bekerja pada sebuah kapal Asing, Long Xing 629. Diduga mereka menjadi korban perbudakan di kapal berbendera China tersebut. Ulasan lengkapnya klik di sini.
Terkait isu tersebut, Bu Susi membagikan sebuah berita BBC News via akun Twitter-nya @susipudjiastuti, "BBC News Indonesia |ABK Indonesia di kapal China: 'Tidur hanya tiga jam, makan 'umpan ikan', hingga pengalaman pahit yang sulit dilupakan melarung jenazah teman."
Salah satunya pemilik akun bernama @sudiar_bambang, yang menjuluki beliau kadrunwadon, “Lama2 ibu ini kadrunwadon. Anda ga cocok criwis bgn ibu. Kmbalilah seperti ibu Susi yg dulu.”
Sampai di sini, saya tidak memanjangkan mukadimahnya. Ingin tahu reaksi Bu Susi terhadap serangan tersebut? Silakan mampir di sini.
Sebab, menelisik tutur kata di twitter, terutama jika diseriet-seretkan ke masalah politik, membuat hati nenek tua ini pilu-pilu rindu. Rindu akan kesantunan yang terlanjur mengakar pada anak bangsa ini, jauh sebelum adanya kebebesan yang katanya “merdeka untuk berpendapat”. Kini akar tersebut telah tumbang bersama pohonnya.
Sebagai seorang ibu sekaligus pengidola Bu Susi, saya hanya prihatin atas sikap @sudiar_bambang ini. Kok tega-teganya dia memberikan label tak pantas pada seorang perempuan yang tidak bersalah padanya.
Tidakkah dia berpikir bahwa yang direndahkannya itu adalah seorang perempuan. Sedangkan dirinya lahir dari rahim seorang perempuan. Bukan dari seruas bambu.
Coba kalau ibunya sendiri yang diremehkan bagitu, secara terbuka dan dibaca oleh warga net di seluruh dunia.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H