Ibarat orang sakit, obat dioles pantangan terlampau. Begitulah pribahasa yang tepat untuk melukiskan kondisi tempat saya berdomisili, di tengah imbauan pemerintah agar bersatu memerangi Covid-19.
Hal ini terbukti, tadi malam telah terjadi pelanggaran pantangan besar-besaran terhadap “obat” yang disebut social distanting dan physical distanting. Umat Muslim setempat tetap melaksanakan salat tarawih berjamah di masjid dan musala. Begitu juga dengan salat Jumat, terus berlangsung seperti biasanya.
Saya dan suami termasuk dua dari oknum pelanggar pantangan tersebut. Habis mau bagaimana lagi. Semua tetangga satu RT tarawih di musalla. Cuman kami berdua yang tarawih di rumah, apa kata dunia. Pasti kami dicap manusia aneh, takut mati dan dituding terlalu menghamba pada duniawi.
Padahal, spanduk ajakan untuk menjalankan amar sosial distanting dan physical distanting bertaburan di sana-sini.
Pada titik-titik tertentu di setiap desa ada pula Posko Gugus Tugas Relawan Desa Lawan covid 19. Meskipun harus diakui, Pos-pos tersebut belum berfungsi maksimum.
Pelanggaran begini terjadi pada banyak masjid dan musala di daerah pedesaan dalam Kabupaten Kerinci.
Ibu Nurlis salah satu penduduk Lolo Gedang Kecamatan Bukit Karman mengatakan, “Seperti Ramadhan sebelumnya seluruh warga dalam kecamatan kami, tetap tarawih di masjid dan musala,” katanya saat saya hubungi via telepon genggamnya tadi pagi.
“Mati itu hukumnya wajib ketentuannya ada pada Allah. Bukan tersebab Virus Corona. Bukan pula karena digigit hantu. Gubernur Sumatera Utara aja ngajak rakyatnya salat berjamaah di masjid,” tambahnya.
Saya berkekalakar sambil tertawa, “Wah, informasimu menjangkau wilayah Sumatera Utara.”
Hal senada disampaikanpula oleh Ibu Elma warga desa Tanjung Pauh Mudik Kecamatan Danau Kerinci Barat, “Tiada bedanya dengan tarawih tahun sebelumnya, Bu. Masjid penuh, musala melimpah. Dan tiada pula larangan dari pemerintah desa.