Kemunculan Covid-19 di lebih 200 negara membuat penduduk bumi ketar-ketir. Virus ganas ini telah memporak porandakan sendi-sendi kehidupan manusia di segala lini dan menelan 119.403 nyawa penghuni dunia. (Kompas.com, 14/04/2020).
Tetapi kita juga tidak meningkari. Kehadiran makhluk yang sedang naik daun ini banyak sedikitnya telah mengubah gaya hidup sebagian umat, dari kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Umpanya:
1. Masyarakat Semakin Peduli terhadap Kebersihan Diri
Sebelum merebaknya pandemi Covid-19, penyakit menahun saya adalah kalau nyuci tangan itu biasa-biasa saja. Rutinnya sebelum dan sesudah makan, tanpa sabun. Tak kenal cairan khusus antiseptik. Maklum, menggunakan air kobokan ala para leluhur.
Cuci tangan pakai sabun cuman sesudah beraktivitas di tempat yang kotor. Atau habis makan mau pakai bedak. Namun, ahamdulillah saya sangat jarang sakit.
Padahal semasa masih aktif mengajar, saya selalu nyinyirin anak-anak supaya nyuci tangan pakai sabun. Sebab sekolah kami pernah menjadi pelopor gerakan cuci tangan pakai sabun, yang dicanangkan pemerintah, melalui Puskesmas Sanggaran Agung.
Tak salah "mantra" orang bijak, mengubah kebiasaan seseorang tidak semudah membalik telapak tangan. Kecuali atas kemauan dirinya sendiri.
Sehabis belanja di pasar pagi, ganti baju dan jilbab, uang kembaliannya dijemur di terik matahari. Sampai-sampai cowok gantengku bilang saya "Nenek Lebay".
Insyaallah, kebiasaan ini akan saya pertahankan. Meskipun kelak jika badai Covid-19 telah berlalu, ada poin tertentu yang ditinggalkan. Biar tidak kelebayan.
Eh... ternyata tidak hanya saya yang pantas dijuluki nenek lebay. Adek (6 th), cucu tetangga biasanya sangat susah diajak mandi.Â
Maklum, daerah yang terhampar di lembah Kerinci ini bersuhu rata-rata 22,6 derajat Celcius, (Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun 2016-2020). Relatif dingin terutama pada pagi hari.
Sekarang bocah cewek itu mandi dan keramas sendiri sampai 3 kali sehari. Katanya biar corona yang berani mendekat bisa mabuk, terus mati karena sabun dan shampo. He he ....
2. Mengajarkan Masyarakat Lebih Kreatif
Di depan rumah saya ada sebuah warung nasi kecil-kecilan milik Mak Dul (45 tahun). Saya katakan kecil-kecilan, karena pelanggannya belum banyak.
Sarana dan prasarananya aneka sederhana. Mulai persiapan sambal dan lauknya serba sedikit, sampai ke peralatan makan ala perabotan dapur emak-emak kampung.
Yang menarik, sebelum kasus Covid-19 mendunia, tempat cuci tangan tamunya cuman pakai kobokan model cerek saja.
Kemarin saya kaget. Di luar warungnya sudah tersedia pula wastafel made in suaminya sendiri. Sekalian cairan pencuci tangan. Sangat sederhana. Tetapi meyakinkan bahwa memenuhi standar kesehatan.
Gara-gara corona pula imbauan menggunakan masker disuarakan. Momen tersebut ditangkap oleh para tukang jahit di desa untuk memproduksi masker dengan memanfaatkan kain-kain perca.
Tidak hanya tukang jahit. Emak-emak rumahan pun terpicu jadi kreatif. Kaos-kaos bekas yang masih bersih dan bagus, mereka jahit jadi masker untuk dipakainya sendiri.
Berpola dari desain masker bedah N95, terciptalah penutup mulut model bulat. Hasilnya, sekilas tampak, 90% menyerupai bra emak-emak. He he... Saya dan cowok gantengku tertawa terkekeh-kekeh.
Ini baru segelintir hikmah tersembunyi di balik hadirnya Civid 19. Belum lagi kebaikan lainnya yang tak bisa diungkapkan satu persatu.
Sungguhpun begitu, kita harus memenangkan perang melawan musuh miterius ini.Â
Mari kita mulai dari diri sendiri. Sesab, kunci kemenangannya terletak pada kedesiplinan masyarakat. Pakai masker saat keluar rumah, jaga jarak, patuhi protokol yang telah ditetapkan oleh penerintah.
Salam #DariRumahAja.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI