Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Yuk, Melihat Covid-19 dari Kacamata Berbeda!

15 April 2020   07:19 Diperbarui: 15 April 2020   13:31 4000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wastafel sederhana karya Ayah Dul. Dokumentasi pribadi.

Kemunculan Covid-19 di lebih 200 negara membuat penduduk bumi ketar-ketir. Virus ganas ini telah memporak porandakan sendi-sendi kehidupan manusia di segala lini dan menelan 119.403 nyawa penghuni dunia. (Kompas.com, 14/04/2020).

Tetapi kita juga tidak meningkari. Kehadiran makhluk yang sedang naik daun ini banyak sedikitnya telah mengubah gaya hidup sebagian umat, dari kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Umpanya:

1. Masyarakat Semakin Peduli terhadap Kebersihan Diri

Sebelum merebaknya pandemi Covid-19, penyakit menahun saya adalah kalau nyuci tangan itu biasa-biasa saja. Rutinnya sebelum dan sesudah makan, tanpa sabun. Tak kenal cairan khusus antiseptik. Maklum, menggunakan air kobokan ala para leluhur.

Cuci tangan pakai sabun cuman sesudah beraktivitas di tempat yang kotor. Atau habis makan mau pakai bedak. Namun, ahamdulillah saya sangat jarang sakit.

Padahal semasa masih aktif mengajar, saya selalu nyinyirin anak-anak supaya nyuci tangan pakai sabun. Sebab sekolah kami pernah menjadi pelopor gerakan cuci tangan pakai sabun, yang dicanangkan pemerintah, melalui Puskesmas Sanggaran Agung.

Tak salah "mantra" orang bijak, mengubah kebiasaan seseorang tidak semudah membalik telapak tangan. Kecuali atas kemauan dirinya sendiri.

Habis bepergian atau belanja, jaket dan uang dijemur di bawah atap transparan gudang. Dokumentasi pribadi.
Habis bepergian atau belanja, jaket dan uang dijemur di bawah atap transparan gudang. Dokumentasi pribadi.
Kini, (maaf, bukan pamer), sebelum memasak, setelah nyapu, setelah megang duit, dan lain sebagainya pasti nyuci tangan. Apalagi sebelum dan sesudah makan. Asal nyuci tangan pasti pakai sabun. Kalau tiada terlaksana, serasa ada yang kurang.

Sehabis belanja di pasar pagi, ganti baju dan jilbab, uang kembaliannya dijemur di terik matahari. Sampai-sampai cowok gantengku bilang saya "Nenek Lebay".

Insyaallah, kebiasaan ini akan saya pertahankan. Meskipun kelak jika badai Covid-19 telah berlalu, ada poin tertentu yang ditinggalkan. Biar tidak kelebayan.

Eh... ternyata tidak hanya saya yang pantas dijuluki nenek lebay. Adek (6 th), cucu tetangga biasanya sangat susah diajak mandi. 

Maklum, daerah yang terhampar di lembah Kerinci ini bersuhu rata-rata 22,6 derajat Celcius, (Dokumen RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun 2016-2020). Relatif dingin terutama pada pagi hari.

Sekarang bocah cewek itu mandi dan keramas sendiri sampai 3 kali sehari. Katanya biar corona yang berani mendekat bisa mabuk, terus mati karena sabun dan shampo. He he ....

2. Mengajarkan Masyarakat Lebih Kreatif

Di depan rumah saya ada sebuah warung nasi kecil-kecilan milik Mak Dul (45 tahun). Saya katakan kecil-kecilan, karena pelanggannya belum banyak.

Sarana dan prasarananya aneka sederhana. Mulai persiapan sambal dan lauknya serba sedikit, sampai ke peralatan makan ala perabotan dapur emak-emak kampung.

Kobokan model cerek. Dokumentasi pribadi.
Kobokan model cerek. Dokumentasi pribadi.
Tetapi laris manis, terjual habis dalam setengah hari. (Buka jam 12.00 sampai pukul 17.00). Mungkin karena harganya lumayan miring, RP 15 ribu kenyang. Gaya penyajiannya praktis ala ampera atau nasi rames.

Yang menarik, sebelum kasus Covid-19 mendunia, tempat cuci tangan tamunya cuman pakai kobokan model cerek saja.

Kemarin saya kaget. Di luar warungnya sudah tersedia pula wastafel made in suaminya sendiri. Sekalian cairan pencuci tangan. Sangat sederhana. Tetapi meyakinkan bahwa memenuhi standar kesehatan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Uniknya, perangkat tersebut ditempelkannya pada pohon jambu. Rapi dan enak dilihat. Sungguh pemilik tangan yang membuatnya adalah suami yang kreatif.

Gara-gara corona pula imbauan menggunakan masker disuarakan. Momen tersebut ditangkap oleh para tukang jahit di desa untuk memproduksi masker dengan memanfaatkan kain-kain perca.

Tidak hanya tukang jahit. Emak-emak rumahan pun terpicu jadi kreatif. Kaos-kaos bekas yang masih bersih dan bagus, mereka jahit jadi masker untuk dipakainya sendiri.

Masker produk Penjahit Kito Simpang Empat Tanjung Tanah. Dokumentasi pribadi.
Masker produk Penjahit Kito Simpang Empat Tanjung Tanah. Dokumentasi pribadi.
Saya pun ikut-ikutan bikin masker. Daripada dibeli. Toh kain perca bekas saya jadi tukang jahit dahulu bejibun.

Berpola dari desain masker bedah N95, terciptalah penutup mulut model bulat. Hasilnya, sekilas tampak, 90% menyerupai bra emak-emak. He he... Saya dan cowok gantengku tertawa terkekeh-kekeh.

Masker buatanku (sebelah kiri warna krem). Dokumentasi pribadi.
Masker buatanku (sebelah kiri warna krem). Dokumentasi pribadi.
Supaya tidak stress, mari kita positif tinking saja. Kata orang bijak, "Kehadiran sesuatu itu pasti membawa rahmat bagi lingkungan sekitar. Walau sekecil apapun." Tergantung cara pandang kita dari kaca mata hitam atau putih. 

Ini baru segelintir hikmah tersembunyi di balik hadirnya Civid 19. Belum lagi kebaikan lainnya yang tak bisa diungkapkan satu persatu.

Sungguhpun begitu, kita harus memenangkan perang melawan musuh miterius ini. 

Mari kita mulai dari diri sendiri. Sesab, kunci kemenangannya terletak pada kedesiplinan masyarakat. Pakai masker saat keluar rumah, jaga jarak, patuhi protokol yang telah ditetapkan oleh penerintah.

Salam #DariRumahAja.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun