Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menangkal Corona? Jangan Tiru Cara Begini!

19 Maret 2020   05:47 Diperbarui: 20 Maret 2020   18:14 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia berakal,  dilengkapi insting yang kuat untuk  mencegah hal terburuk yang mungkin akan mencelakakan dirinya. Termasuk naluri menghindari maut.

Seorang pasien yang sedang terbaring di rumah sakit, tiba-tiba dia mengetahui ada lipan menggerayangi tubuhnya.  Si pasien pasti berusaha menyelamatkan diri dengan segala daya yang ada. Kecuali dia sudah hilang kesadaran.

Fakta lain membuktikan,  untuk menangkal terjangkit virus corona, beberapa masyarakat di negara yang terpapar covid-19 rela melakukan tindakan tak lazim, yang kadang membahayakan keselamatan jiwanya. Takut mati, tanpa sadar mereka bunuh diri.

Dilansir kompas.com Kamis, 12/03/2020/, empat puluh empat orang warga Iran meninggal dunia setelah menenggak minuman beralkohol. Berdasarkan rumor, dengan mengonsumsi minuman tersebut bisa mencengah tertular covid-19.

Lain masyarakat Iran, beda pula Umat Hindu di India. Diwartakan di sini, suatu kelompok yang disebut Akhil Bharat Hindu Mahasabha (Serikat Hindu Seluruh India) mengadakan pesta minum urine sapi Sabtu, 14/3/2020. Mereka meyakini, minuman tersebut bisa menangkal virus corona jenis baru, COVID-19.

Padahal, para ahli telah berulang kali menyatakan, bahwa urine sapi tidak menyembuhkan penyakit seperti kanker dan tidak ada bukti bahwa itu dapat menangkal COVID-19.

Sulit dimaknai, apakah tindakan tersebut sebagai wujud kepanikan atau sebuah tradisi. Sebab, Komunitas Hindu di sana  menganggap sapi sebagai hewan suci dan beberapa dari mereka percaya urinenya memiliki khasiat obat.

Demi kesembuhan dan takut mati pula, saya pernah  melakukan praktik menjijikkan. Waktu kecil (dibawah 7 tahun), saya pengidap asma ringan. Orang kampung menyebutnya "isak". Kalau lagi kambuh, napas saya mencicit-cicit, sesaknya minta ampun. Dibarengi demam panas.

Upaya penyembuhan hanya melalui bantuan dukun. Pakai air dingin dan ramuan dari alam.

Maklum, zaman dahulu. Tenaga medis paling adanya di ibu kota kabupaten. Seratusan kilometer dari kampung saya. 

Suatu hari, Emak dapat resep dari mulut ke mulut. Saya disarankan minum air rendaman tahi kambing dan air kencing saya sendiri. (kencing pertama bangun tidur pagi hari).

Tidak ada pilihan lain. Daripada nyawa anak semata wayangnya ini melayang, Emak memaksa saya minum  benda  kotor tersebut. Dosisnya tidak tanggung-tanggung. Setengah gelas belimbing.

Tuhan Maha Tahu bahwa zaman itu tidak ada alternatif lain untuk menyelamatkan jiwa saya.

Alhamdulillah, saya sembuh total. Sampai di usia ke 67 tahun ini asma tak pernah lagi mengunjungi tubuh saya. Kecuali batuk flu. Cukup minum air asam jawa dan gula aren saja. Plus segelas air suam rendaman irisan bawang merah sebagai obat flu.

Terakhir saya mengetahui, bahwa pengobatan menggunakan air seni ini memang benar adanya. Sebuah sumber mengulas, cairan yang disebut air seni ini terdiri dari 95% air dan 5% berbagai nutrisi antara lain vitamin, mineral, protein, dan antibodi.

Masih berdasarkan ulasan yang sama, terapi urine ini sudah dikenal sejak beribu-ribu tahun lalu. Ditemukan pada negara-negara di Asia seperti Cina, Mesir, India, dan negara-negara di Afrika.

Namun, lagi-lagi menurut sumber yang sama, komunitas ilmiah dan medis kebanyakan menentang terapi urin atau pemanfaatan urin secara umum.  

Alasannya, hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang berhasil mengungkapkan apa saja dampak positif dan negatif dari pemanfaatan urine yang cukup teruji atau dapat dijadikan acuan. Ulasan lengkapnya klik disini.

Oleh sebab itu, jangan tiru apa yang sudah saya lakukan. Kini dunia sudah modern. Dokter banyak, perawat bejibun. Bawa aja Kartu BPJS Kesehatan.  Anda dapat pelayanan dan obat gratis.

Berupaya menghindar dari hal terburuk itu sah-sah saja. Apalagi mengelak maut yang nyaris tampak di depan mata. Seperti virus corona si pencabut nyawa yang sedang mencari mangsanya saat ini. Jangankan manusia, nyamuk pun takut mati.

Asalkan langkah yang diambil logis dan terukur. Jangan bersikap konyol kalau tak mau mati konyol.  

Tenang! Kita bukan sendiri. Pemimpin (pemerintah) senantiasa melindungi kita. Mereka bertindak lumayan cepat. Meskipun belum memuaskan segala pihak.

Sebagai informasi tambahan, sampai kemarin Rabu, 18/3/2020 pukul 12.00 WIB, kasus positf corona menjadi 227, meninggal 19 orang sembuh 11 orang  (kompas.com 18/03/2020). Semoga yang sembuh terus bertambah, yang mininggal stop di sini.

Mari kita lawan corona dengan cara masing-masing. Terapkan pola hidup sehat, perangi hoaks yang menyesatkan. Jangan mudah termakan rumor dan jangan panik! Buah pikir yang bernas hanya lahir dari pikiran yang jernih. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun