Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Begini Kaum Melarat Mengalahkan Reynhard Anak Konglomerat

10 Januari 2020   20:29 Diperbarui: 10 Januari 2020   20:53 2481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Supel, ramah, mudah bergaul, menyenangkan diajak bekerja sama dalam kelompok. Walau dia  anak pengusaha kaya raya,  penampilannya sederhana dengan kacamata tebal, berbicara suaranya lembut. Demikian seorang Reynhard Sinaga di mata teman-temannya, yang dilansir oleh banyak sumber.

Seperti ramai diberitakan, Reynhard Sinaga adalah seorang mahasiswa Indonesia yang sedang  menuntut ilmu di Inggris. 

Mulai Agustus 2007 dia  kuliah di Universitas Manchester untuk meraih gelar MA di bidang sosiologi.   Kemudian, Agustus 2012, melanjutkan ke  Universitas Leeds untuk gelar PhD dalam bidang Human Geography.

Dia divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris, Senin (6/1/2020), karena terbukti bersalah atas 159 kasus perkosaan dan serangan seksual pada 48 korban.  Perbuatan tersebut dilakukannya mulai  1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017 di apertemennya.

Tak pelak, manusia sejagat heboh. Maklum. Urusan seks, enak manis untuk dikonsumsi. 

Seharusnya publik tidak perlu serius menganggapi.  Apa lagi mengutuknya berlebih-lebihan. Karena hal tersebut bisa menimpa siapa saja. Dimana dan kapanpun.  

Reynhard Sinaga sendiri menganggapnya biasa-biasa saja. Selama proses persidangan sampai vonis dijatuhkan,  tak nampak raut penyesalan di wajahnya. Secara konsisten dia mengatakan bahwa hubungan seksual yang dia lakukan atas dasar suka sama suka. Tetapi fakta persidangan tak bisa berdusta.

Saya tak dapat membayangkan kekecewaan yang dialami kedua orangtua dan adik-adiknya. Terutama ibunya.  Andai dia bisa memilih jadi orang biasa dengan harta seadanya,  asalkan putra-putrinya tak banyak tingkah. Atau kaya raya  seperti dia sekarang tetapi anaknya dipenjara seumur hidup di negeri orang. Mungkin dia memilih alternatif pertama.

Selama ini sang ibu tahu Reynhard anak baik, cerdas, dan rajin beribadah. Entah itu pula alasan dia memberikan  kepercayaaan kepada Reynhard untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Ternyata darah dagingnya itu adalah seorang pengkhianat berdarah dingin. Berkhianat kepada orangtua dan berkhinat  pada dirinya sendiri.   Ibu mana yang tidak sedih, coba.

Tapi sangat disayangkan, orangtuanya kurang arif. Padahal, banyak sumber menyebutkan, bahwa dari awal Reynhard tak pernah menutupi orientasi seksualnya. Justru selama berada di Manchester  terang-terangan dia mengatakan dirinya seorang  homoseksual. Beberapa temannya pun mengatakan bahwa ia sering berganti teman sekamar di apartemennya.

Anehnya, ketika dikonfirmasi oleh awak media, ayah kandungnya cuma menjawab, "Kami menerima keputusan itu. Hukumannya sesuai dengan kejahatannya. Saya tidak mau membahas ini lebih jauh."

Barangkali kurang komunikasi. Atau boleh jadi begitulah gaya hidup keluarga konglomerat. 

Sepuluh tahun Reynhard di Inggris biaya hidupnya seratus persen ditanggung orangtuanya. Tinggal di apertemen mewah, mau melakukan apa ya, terserah.

Berbeda dengan mahasiswa Indonesia umumnya yang sedang kuliah di sana. Mereka menggantungkan hidupnya pada beasiswa.

Andai benar Reynhard melakukan perbuatan haram tersebut atas dasar suka sama suka, Tentu ceritanya akan lain. Setidaknya dia bisa bebas dari jeratan hukum. Mau serumah atau hamil tanpa nikah, mau bermesum dengan lawan jenis, atau sesama kaum homo, itu lumrah. Negara Elizabeth itu tidak melarang.

Saya pernah terperangah menyaksikan kencan terbuka sepasang gay. Saat itu saya dan anak cucu menunggu taksi dari Rumah Sakit mau pulang.

Mula-mula sebuah sedan putih meluncur dari arah depan,  yang dikemudikan cowok bule. Di sampingnya duduk  manja seorang gadis  kulit hitam. Gayanya norak, berkaca mata hitam, asesoris melilit di lengan dan lehernya. Dilengkapi syal kayak syurban ala Timur Tengah.

Sedan tersebut berhenti kurang lebih jarak 2 meter dari kami berdiri. Ternyata ceweknya mau turun. Sebelum pintu mobil dibuka mereka bercipika-cipiki, saling peluk layaknya sepasang kekasih akan berpisah.

Setelah ceweknya keluar, pemandangan serupa berlanjut. Separoh badan si cewek menjulur ke dalam mobil. Aksinya justru lebih bringas dari sebelumnya.

Saya beritighfar, malu setengah mati. Maklum, nenek-nenek ndeso. Tetapi mata ini sempat juga melirik. He he ....  Saat itulah saya terlihat, ada jakun pada  leher si kulit gelap tadi. Bibirnya berkumis tipis. Bawaannya kasar dan super jantan.

Ah, mengerikan hidup di negara sekuler seperti UK. Jangankan anak muda yang jauh dari orangtua, oknum ibu rumah tangga mendampingi suami pun bisa teperdaya. Berangkat berempat. Lulus kuliah  suaminya pulang sendirian. Dua anak perempuannya nyangkut di sana ikut emaknya dikawini sama bule. Penampilannya berubah eropahan  benaran. 

Tetapi jangan negatif tinking dulu. Cuman sedikit manusia yang bermental bejad begitu.  Tergantung individunya.  

Mahasiswa baik malah lebih  banyak. Pulang  kuliah mereka bekerja paruh waktu.  Terutama yang memboyong anak, isteri/suami. Maklum, beasiswa hanya jatah satu orang.  

Mereka bekerja di perusahaan. Jadi  clining cervis di kampusnya sendiri juga ada. 

Isteri yang mendampingi suami bisa jualan kue, sate, lontong, nasi kotak dan makanan lainnya. Konsumennya rekan sesama mahasiswa. 

Lulus kuliah, pulang ke Indonesia. Selain  menggondol titel PhD. Mereka juga membawa duit banyak.

Seorang anak muda asal Jawa. Sebut saja namanya Yono. Dia cuti dari pekerjaannya sebagai PNS di tanah air demi mendampingi isterinya kiluiah S3 di Inggris. Setiap hari  Yono berjualan tempe pakai sepeda. "Saya anak konglomelarat, Nek. Biasa hidup susah. Ibu saya seorang petani tak bisa baca tulis," akunya ketika dia mengantarkan dagangannya ke kediaman kami.

Saya geleng-geleng kepala dan menjawab,  " Dahulu nenek juga pernah melarat."

Kepada saya Yono juga bercerita, sebelumnya dia dan isterinya sama-sama berjuang merebut beasiswa S3  ke Inggris. Isterinya jebol, dia belum beruntung. "Saya berusaha supaya bisa lolos tahun ini, Nek," ujarnya

Kata teman-temannya, dari hasil berjualan Yono sudah punya banyak tabungan. Padahal di Indonesia dia orang penting di Kementerian Keuangan. Andai dia diterima di S3 tahun itu (2015), tentu menggunakan biaya pribadi.

Nah, Beginilah daya juang kaum melarat. Tapi mengalahkan Reynhard anak konglomerat. Semoga bermanfaat. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.

****

Pustaka:  Satu,  dua,  tiga, empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun