Ke empat, lebih higenis dibanding plastik kerena tanpa bahan kimia, dan ramah lingkungan.
Sangat disayangkan, sekarang upih pinang telah terdepak dari kehidupan masyarakat Kerinci. Seperti masyarakat Indonesia lainnya, mereka telah beralih ke  pembungkus berbahan plastik.  Ketika saya  memungut pelepah pinang  untuk mendukung tulisan ini  ada yang ngejek,  “Oi, Nenek ..., zaman telah berubah. Masih juga pakai upih pinang."
Syukur, walaupun di Kerinci upih pinang telah dilupakan, setidaknya saudara kita di Bali masih mempertahankannya untuk memasak dan menyajikan kuliner tradisional  bebek betutu upih dan Ayam Be Keren.
Yang membesarkan hati, ide menggunakan pelepah pinang sebagai alat makan sudah mulai dibawa ke Indonesia. Pencetusnya, Â Alan Makarim lulusan S1 jurusan Desain Produk di ITB.
November 2018, Alan bersama dua rekannya Rengkuh Banyu dan Almira Zulfikar,  telah berinisiatif memproduksi mangkok berbahan pelepah pinang yang mereka beri nama Plepah. Lokasinya di daerah Jambi bernama Teluk Kulbi, yang memiliki  perkebunan pinang seluas 1.800 hektare. Lengkapnya baca di sini.
Demikian ulasan ini saya tulis sekadar manambah informasi. Mudah-mudahan ada kompasianer yang terobsesi untuk menjadikan upih pinang sebagai ladang bisnis. Â Selamat tahun baru 2020. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H