Bagi saya, bisul adalah momok yang paling menakutkan.  Benjolan merah yang berisi nanah ini biasanya tumbuh di permukaan kulit. Lokasinya sering pada bagian yang rahasia. Seperti  di sela ketiak, pangkal paha, perut, dan pantat.
Penyakit ini sering mengganggu masa kecil saya sampai usia 12 tahun. Â Maklum, zaman itu hidup di kampung. Sering main tanah pada tempat kotor dan di air tergenang menangkap berudu.
Sakitnya minta ampun. Nyut-nyutan disertai rasa panas, kepala sakit, dan demam.  Emak hanya mengobatinya dengan  cara tradisional.
Daun kembang sepatu digiling halus, kemudian beliau tempelkan pada bagian yang bengkak  (titik nanahnya tidak ditutup). Kadang-kadang  Emak juga melumurinya dengan campuran  air jeruk nipis dan kapur sirih.Â
Si bisul tak pernah datang lagi sejak saya remaja. Saya berpikir, mungkin  berganti wujud menjadi jerawat.  Sebab pada masa itu saya pantas disebut putri jerawat.
Setelah melahirkan anak pertama, bisul kembali  menyiksa saya.  Bukan satu dua, tapi lima titik. Areanya  di kedua paha, dan perut. Lumayan menderita.Â
Sedihnya, tatkala saya bergulat melawan bisul, bayi saya meninggal  pas usia 1 bulan. Mak ..., ampun. Demam tersebab bisul bercampur aduk dengan demam pembekakan ASI.
Tiga tahun kemudian peristiwa lama terulang kembali. Anak kedua lahir dalam kondisi meninggal. Lagi-lagi setelahnya saya berperang melawan bisul plus demam pembengkakan payudara.  Tetapi gejalanya hanya beberapa hari karena cepat ditangani  medis. Dan sembuh total kurang lebih setelah tiga minggu.
Mendekati kelahiran anak ke 3, saya curhat pada rekan sesama guru. Masalah ketakutan saya menghadapi  serangan bisul kelak setelah bersalin. Teman saya itu menganjurkan supaya banyak mengonsumsi bengkuang.
Sampai sekarang, Â siapa saja kerabat atau kenalan saya yang mengidap penyakit bisul, saya sarankan mereka rutin makan bengkuang. Insyaallah sembuh.