Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajarlah dari 3 Korban Ini agar Tak Terperangkap Investasi Bodong

19 November 2019   22:35 Diperbarui: 19 November 2019   22:36 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terakhir dia mengundang  saya dan cowok gantengku makan bersama pada tanggal 17/11 kemarin. Bertempat di sebuah cafe yang cukup terkenal. Acara, mengikuti  pertemuan lanjutan dengan anggota arisan kabupaten. Saya memilih tidak hadir.

Untuk sementara, saya masih  berpositif thinking. Mana tahu, sang leader kurang pas menyampaikan informasinya. Atau saya yang kurang nyambung.

Sejatinya, belum separo pembicaraannya saya duluan paham subtansinya. Sebab, bukan pertama saya di-PHP-in begini. Mungkin sudah puluhan kali. Alhamdulillah belum pernah tergoda.  Kecuali  membeli saham pesawat terbang yang diwajibkan bagi setiap guru, beberapa saat sebelum Suharto lengser. 

Melalui pemotongan gaji resmi. Besaran perbulannya saya tak ingat lagi. Setelah beberapa kali setoran, pembayaran disetop. Sampai sekarang  uang tersebut hilang tak tentu rimbanya.

Mencermati problema di atas, sudah saatnya pihak pemerintah memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat tentang  cara berinvestasi yang aman. Khususnya bagi  rakyat  pedesaan.

Umumnya para pemodal tergiur keuntungan besar.  Jauh lebih tinggi dibandingkan jika mendeposito dananya di bank. Katakan saja BRI, (yang dekat dengan masyarakat pedesaan), cuma berkisar 5,7% per tahun. (kontan.co.id, 15/12/2019).

Kadang kala produk yang ditawarkan pengelola dana tersebut bernuansa syariah tanpa riba. Contohnya investasi Kampoeng Kurma.  Di lain sisi, zaman sekarang  semakin banyak warga muslim meragukan kehalalan bunga simpanan dan pinjaman di bank. "Asal judulnya uang berbunga, pasti riba," kata seorang anak muda tetangga saya.

Dahulu banyak ulama berpendapat, bunga bank tidak diklasifikasikan sebagai  riba. Sebab, hasilnya buat kepentingan bersama. Membangun negara dan bangsa, untuk dinikmati oleh seluruh rakyat Idonesia. Seingat saya, begitu pemahaman yang berkembang puluhan tahun yang lalu. Semoga saya tidak keliru.

Demikian kisah-kisah dan pengalaman ini saya bagikan. Semoga bermanfaat. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun