Di tengah merebaknya kasus Kampoeng Kurma, tanggal 08 November 2019 lalu, di kelompok arisan kami hadir beberapa petugas dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang investasi. Mereka datang dari ibu kota provinsi tetangga.
Walaupun pada hari itu saya tidak hadir, beberapa foto kegiatan masuk ke grup WA. Sekalian brosurnya. Tapi tidak semua saya bagikan di kompasiana. Takut terjerat UU Â ITE.
Besoknya salah satu anggota arisan nelepon saya.  Rupanya  oleh perusahaan ibu pensiunan itu didapuk sebagai leader  untuk kota kami.
Dia mengenalkan wadah berinvestasi tersebut sebagai grup yang dipimpin oleh salah satu Putri Mahkota sekaligus pengusaha terkenal di Malysia. Tentu saja dengan berbagai keunggulannya.
Saya biarkan dia ngomong panjang lebar. Ujung-ujungnya mengajak saya bergabung. "Kita ambil satu  paket saja. Buat tambahan belanja di luar gaji pensiun," katanya. Â
Dia menjelaskan, untuk menjadi peserta, calon nasabah diminta membayar modal awal Rp 6 juta. Kalau ambil 2 atau 3 paket dan seterusnya, kali saja 6 juta.
Supaya mudah, investor pertama kita beri label A. Kalau A bisa menarik satu invesrtor baru, katakan namanya B, kepada A dikasih bonus  5 juta. Jika  dapat dua berarti 10  juta dan seterusnya.  Modal awal tetap utuh. Aturan serupa berlaku pula untuk B dan yang di bawahnya.Â
Ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak informasi yang dia sampaikan. Belum termasuk sistim hitungan bunga yang menjanjikan keuntungan besar bagi investor dan tata cara menjual saham andai pemilik modal mau keluar dari anggota. Â Â
Saya coba mengingatkan sobat saya itu. Supaya dia tidak mudah percaya dengan iming-iming untung yang belum jelas. Dan saya banding-bandingkan dengan kasus Kampoeng Kurma.
Kayaknya dia terlanjur jatuh hati. Katanya si ini, si itu, si Ana dan si Anu juga ikutan. Ya, sudah.