Pertama mereka datang ke Taman Nasional Kerinci Seblat di tahun 1990. Â Usaha-usaha mereka awali dengan pengumpulan informasi dari beberapa saksi mata. Tujuannya untuk mengetahui titik-titik dimana uhang pandak itu sering muncul.
Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat, dimana terdapat beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas uhang pandak. Hasilnya jauh dari kata memuaskan.
Mereka putus asa dan frustasi. Lalu pulang ke negara asalnya Inggris.
Sialnya, mereka tak mendapatkan banyak petunjuk di kampung halamannya. Karena itu, Tahun 1993 Debbie Martyr kembali lagi ke Indonesia. Pada kedatangan kedua ini Debbie menyusuri TNKS untuk membuktikan bahwa makhluk tersebut ada.
Setelah hampir tiga minggu dia berada di hutan TNKS, akhirnya wanita ceking tersebut melihat makhluk yang selama ini dia buru.
Sayangnya, Â beberapa kali dia melihat uhang pandak itu, tidak satu pun yang bisa dia foto. Katanya, problem yang dihadapi saat peristiwa tak tunggal, mulai dari perkara jarak hingga kondisi alam. Misalnya, terhalang ranting dan rimba lebat.
Sosok lain yang pernah bersua uhang pandak adalah Iskandar Zakaria (almarhum), pada tahun 1990-an. Tokoh masyarakat Kerinci ini pernah bercerita. Â Saat itu, Â katanya dia tengah berjongkok di tepi sungai di perkebunan Gunung Raya Kabupaten Kerinci sambil memandangi bukit di hadapannya.Â
Tiba-tiba  uhang pandak turun dari bukit tersebut. "Saya terkejut dan hanya bisa diam. Karena dia lewat di depan saya. Matanya merah." katanya. "Kejadiannya cepat sekali. Uhang pandak itu menghilang dalam hutan," tambahnya.
Lebih lanjut Pak Iskandar menjelaskan, wajah uhang pandak tidak menyerupai manusia. Tubuhnya gemuk, tingginya kira-kira 80 cm. Ditumbuhi bulu yang lebat seperti orang utan, Â panjang tangannya melebihi lutut.
Pak Iskandar membantah makhluk tersebut berjalan dengan kaki terbalik. Beliau sangat meyakini bahwa makhluk tersebut jenis primata. Hanya cara berjalannya saja menyerupai manusia.