Saya kenal shisha di Jedah Arab Saudi, semasa menunaikan Ibadah Haji tahun 2008. Suatu pagi di emperan sebuah toko, seorang  pria dewasa dengan nikmatnya menghisap pipa yang tersambung pada sebuah benda seperti lampu minyak.
Mengingat posisi saya dan dia relatif jauh, saya beranikan diri membidiknya. Klik... foto pun jadi. Tak lama kemudian, asap bergulungan keluar dari mulut dan hidungnya. Â
Saya kira lelaki berbadan gede itu sedang mengonsumsi barang terlarang. Setelah dijelaskan oleh petugas hotel, saya tahu bahwa bule Arab itu merokok menggunakan alat yang disebut shisha atau hookah.
Shisha adalah gaya merokok orang Timur Tengah, dengan menggunakan tabung berisi air. Di dalam tabung itu, tembakau dipanaskan dengan ditambahkan rasa buah-buah-buahan. Seperti, apel, strawberi anggur, dan lain sebagainya.
Sejatinya shisha ini berasal dari India. Kemudian penggunaannya populer di Timur Tengah, dan menyebar ke seluruh dunia.
Anggapan tersebut dimentahkan oleh sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2009. Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Preventive Medicine  tersbut menunjukkan  fakta sebagai berikut:
Pertama, shisha dan rokok biasa menghasilkan kadar nikotin yang kurang lebih sama. Kalaupun berbeda, itu tergantung pada tembakaunya. Â Biasanya shisha menggunakan tembakau kualitas bagus dengan kadar nikotin lebih tinggi
Kedua, terkait asap yang dihasilkan, shisha justru memproduksi asap lebih banyak dibandingkan rokok konvensional. Akibatnya, karbon monoksida (CO) yang terhirup lebih banyak dan bisa menyebabkan sesak napas.
Ketiga, karena difilter dengan air, memang ada racun yang terjebak dalam air. Tetapi kuantitasnya tidak signifikan untuk menekan risiko kesehatan yang bisa muncul.
Keempat, fungsi bahan perasa yang digunakan hanya untuk aroma, sedikit pun tidak memberi manfaat bagi kesehatan.