Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Karena Belajar dari Kompasiana Saya Jadi Nenek Keren

28 Agustus 2019   08:41 Diperbarui: 28 Agustus 2019   09:04 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : Kompasiana

Sebelum menulis di kompasiana, saya adalah penulis beken media internasional milik Mark Zuckarberg. Sejak bergabung di perusahaan berlogo  "f"  tersebut,  tulisan saya belum pernah ditolak. Malahan begitu diposting,  disukai oleh puluhan bahkan ratusan likers.

Suatu saat saya berpikir, hingga sampai ke satu kesimpulan.  Ternyata  saya  adalah jurnalias bodoh.  Tulisan saya tak pernah dibayar.  Sementara sang pemilik perusahaan semakin hari kian kaya raya.

Suatu hari sahabat fasebook saya Umi Sakdiyah Sudwijo,  mengenalkan  saya pada Kompasiana. Sebuah  media warga, jelmaan dari blog jurnalis Kompas.  

Usai mendaftar di kompasiana, akun saya sempat  berdebu untuk beberapa minggu karena tak dijamah. Pasalnya, setelah membaca beberapa artikel di blog keroyokan tersebut, mental saya down ke titik terbawah.

Saya berasumsi, kompasiana bukan untuk manula seperti  saya. Penulisnya bukan orang sembarangan.  Baground  mereka beraneka latar. Mulai dari dosen, profesional, bankir, ekonom, politikus, dokter,  dan penyandang profesi bergengsi lainnya. Justru ada beberapa  yang bergelar profesor.

Ya, sudah. Saya nekad dengan bismillah. Tanggal 09 Desember 2017, tulisan pertama saya meluncur. Judulnya, Tragedi Sarung Ajaib dan Batik Anti Api. (322 kata).

Seketika demam nervous melanda.  Dada saya bergetar hebat. Saya  khawatir postingan saya eror dan nyasar ke mana-mana. Malu dibaca publik. He he.

Padahal, sebelumnya saya meyakini  tak ada yang salah dengan artikel tersebut. Sebab, sebelum tayang saya mengutak-atiknya seminggu lebih. Palingan, Mas dan Mbak editornya dapat mengukur, seberapa dalam ilmu penulisnya.  

Kekhawatiran saya musnah, setelah menyaksikan  tampilanya di linimasa saya tak berbeda dengan artikel kompasianers  lainnya. Bila teringat momen tersebut saya malu pada diri sendiri.

Setelah bergabung beberpa bulan, saya mulai menikmati asyiknya menulis di kompasiana. Warganya  ramah diajak berinteraksi. Tanpa membedakan status sosial satu dengan lainnya.

Sebelumnya saya terbiasa  dengan gonjang-ganjing di facebook. Khusus di  grup kepenulisan Komunitas Bisa Menuis (KBM), saling kritik yang berujung perkelahian di udara adalah masalah umum.  Kasus begini  tidak saya temui di kompasiana. Inilah yang membuat saya betah berada di sini.

Di kompasiana saya belajar banyak hal. Di antaranya memahami gosip politik,  saling berbalas kunjungan dan komen antar sesama, bersenda gurau dengan kompasianers  segala usia, dan lain sebagainya. Pendek kata,  kebersamaan dalam kolega kompsianers serasa berada di tengah keluarga sendiri.

Kompasiana semakin lengket di hati blogersnya semenjak diberlakukan kebijakan   me-monetisasi  artikel yang dipublish setiap bulannya. Dengan syarat,  jumlah total viewer  untuk tulisan bulan bersangkutan minimum 3000. Uang tersebut ditransfer dalam bentuk elektonik.  (e-money).   Awalnya via Mandiri e-cash. Kemudian beralih ke LinkAja. (belum sempat beroperasi). Terakhir melalui aplikasi Gopay. Keren ....

Alhamdulillah, jika rutin menulis  nama  saya jarang absen dari daftar kompasianers penerima   k-reward. Meskipun bertengger pada urut  bawah dan nominalnya tidak seberapa, kepuasannya tidak dimiliki semua orang dan tak bisa dibeli dengan uang.  Wah ... keren kwadrat.

Dahulu, saya cuma bisa menggunakan HP dan laptop untuk mengetik dan facebook-an. Kini saya sudah paham  memanfaatkan aplikasi  Mandiri E chash dan Gopey.

Yang  tak kalah heboh, sebelumnya untuk membeli pulsa saya harus keluar rumah dan membawa uang kes. Sekarang tinggal nekan tombol dari rumah. Sambil berbaring bahkan sembari membereskan cucian,  klik ..., uang terkirim pulsa masuk. Semuanya dikerjakan oleh gopay. Duitnya  transeferan dari kompasiana. Kurang  keren apa lagi, coba!

Besok atau lusa, tak tertutup kemungkinan  saya akan berinteraksi dengan transportasi online (jika berada di kota),  berbelanja di  toko online, dan melakukan pembayaran  lainnya menggunakan aplikasi gopay. Ahay .... Lagi-lagi saya pantas jadi nenek keren.

Inilah curahan hati  seorang nenek, yang merasa dirinya kompasianer  keren. Terkesan lebay memang. Tapi tak apa-apa. Sombong sekali-sekali tidak apa. Asal jangan kebangetan menyombongkan diri.  Semuanya ini bertransposmasi  selama bersahabat dengan kompasianers. He he  ...

****

Salam Kompasiana dari Pinggir Danau Kerinci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun