Danau Kerinci tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata di Provinsi Jambi, dengan pemandangannya nan indah memukau. Tetapi di dalam perutnya terkandung kekayaan alam yang melimpah sebagai sumber rezeki bagi masyarakat sekitarnya.
Selain ikan dan udang, dalam danau tersebut hidup pula jutaan bahkan mungkin triliunan lokan.Yaitu hewan bercangkang sebangsa kerang.
Di kampung saya lokannya besar-besar. Zaman saya kecil sering ketemu segede piring tatakan. Sekarang biota air tawar itu di ambang kepunahan, tersebab air sungainya yang tercemar parah. Sebaliknya, lokan Danau Kerinci tak lebih seukuran uang logam lima ratus perak.
Lain cerita SK beda pula pengalaman SA, "Di pantai kita (Tanjung Tanah) lokannya memang banyak. Tetapi setiap kaki menyentuh dasar danau, sampah plastik berlapis-lapis. Jijik saya. Makanya saya lebih memilih nangguk agak ke hilir."
Pernyataan SA membuat saya berkesimpulan, bahwa populasi lokan tidak terganggu oleh banyaknya sampah plastik. Saya tidak membahas kasus ini terlalu dalam, karena saya bukan pakar lingkungan.
Di Danau Kerinci, profesi menangguk dan mengolah lokan ini dilakoni oleh kaum Emak. Hal ini dapat dimaklumi karena pengerjaannya terbilang rumit. Setelah lokan terkumpul, isinya dikeluarkan dari cangkangnya dengan direbus terlabih dahulu.Â
Untuk menuntaskan satu kaleng bekas cat tembok 23 kg tadi butuh waktu 2-3 jam. Diperoleh isi lokan sebanyak 7 canting. (canting = kaleng bekas susu kental manis cap nona). Kemudian dijual di pasar pagi atau pasar sore desa, per canting Rp 5000.Â
Saya tak sanggup membayangkan betapa susahnya mencari duit tiga puluh lima ribu. Karena sudah menjadi rutinitas, mereka menjalani biasa-biasa saja. Lagi pula sebagian warga melakukannya sebagai pengisi waktu senggang. Sebagian lainnya memang untuk memenuhi suap anak keluarga.
Yang menarik, para penangguk sengaja mengeluarkan lokan itu dari danau sedikit demi sedikit. Terjual habis hari ini, besoknya ditangguk lagi. Seperti memanen di kolam pribadi. Tujuannya agar saat dijual barang dalam kondisi segar.
Setelah saya korek-korek, Emak Alek juga bercerita, lokan hasil tangkapannya dia bawa pulang sendiri pakai motor. Baginya, proses pembuangan kulitnya relatif cepat. Dua karung lokan dapat diselesaikannya selama kurang lebih 4 jam, tanpa bantuan siapa-siapa. Hasilnya, sekitar 60-an canting isi lokan.
Hebatnya, Emak yang tak mau dipotret ini juga lihai bermarketing. Isi lokan tersebut dia jajakan pakai motor honda ke desa lain. Satu kali berjualan dia menjelajahi belasan dusun. Bahkan kadang-kadang 30 km dari desa "PL" tempatnya berdomisili.
Nilai jualnya pun lebih tinggi. Antara Rp 6000-6500 per canting. Jadi, dua hari bekerja wanita yang mengaku ditinggal mati suaminya ini meraih rupiah 360-390 ribu. Setiap minggunya dia beraktivitas di sungai sebanyak 2 kali.
Sampai sebatas leher," paparnya sembari menempelkaan punggung tangannya di bawah dagu. "Habis mau bagaimana lagi. Menghidupi 7 jiwa sangat melelahkan. Putra pertama saya sudah menikah punya anak 1, belum bekerja. Mau tak mau isteri dan anaknya menjadi tanggung jawab saya. Dua anak saya yang lain masih sekolah," jawabnya sendu.
Saya berdecak kagum dan bergumam, "Pantasnya perempuan ini dijuluki Emak perkasa."
Sebagai informasi tambahan, sebelum lokan Danau Kerinci ini dikonsumsi ada dua versi cara pengolahannya. Pertama, setelah dibersihkan langsung dimasak bersama kulitnya. Lazimnya dibuat sop.Â
Ke dua, kulitnya dibuang, kemudian bikin sambal. Digoreng pakai cabe, atau diungkep bersama bumbu-bumbu, (Jahe, lengkuas, kunyit, bawang putih, bawang merah, garam, daun jeruk, daun kunyit, cabe).
Semua bumbu digiling halus terus ditumis sampai harum. Tambahkan lokan + tomat + sedikit air terus diaduk dan tutup. Biarkan matang, lalu diangkat. Sajikan bersama nasi panas.
Beginilah kisah perempuan-perempuan hebat yang senang menghabiskan hari-harinya di dalam Danau Kerinci. Saya bangga dengan mereka. Mereka perempuan-perempuan kreatif. Mereka perempuan-perempuan tangguh, dan mereka perempuan-perempuan perkasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H