Mei 2017, saya ikut anak dan menantu berkunjung ke beberapa tempat di Malaysia. Di antaranya objek wisata Batu Caves, Selangor. Kira-kira 15 kilometer dari Kuala Lumpur. Posisinya antara perjalanan dari Kuala Lumpur ke Genting.
Di kiri kanan jalan yang kami lewati, hampir tak ditemuai limbah plastik berserakan. Tidak juga tumpukan sampah yang menggunung, menunggu diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Sebelumnya kami telah diberitahukan oleh guide sekalisus driver, bahwa di Batu Caves itu terdapat sebuah gua yang terdiri dari batu kapur. Di dalamnya dibangun kuil tempat ibadah umat Hindu.
Semangat tua saya menggelora. Kami meluncur ke sasaran. Masyallah, belum sampai di landasan tangga saya ngeper. Udara tak sedap menusuk hidung. Hendak surut ke belakang, rugi kepalang basah.
Sejumlah monyet ekor panjang bergelayut disana-sini. Mereka sok akrab dengan pengunjung. Baunya busuk kayak tinja manusia. Bercampur aduk dengan aroma sampah, bunga, dan entah wewangian apa lagi.Â
Botol-botol plastik dan kaleng rongsokan minuman, tinja monyet, limbah pembukus makanan dan kulit buah bertebaran. Barangkali bekas pengunjung memberi makan monyet.
Tekad di hati sudah bulat. Alhasil, saya lolos melewati 274 anak tangga tersebut. Walaupun tubuh ini digerogoti lelah.
Di dalam gua, suhunya dingin dan basah. Padahal di luar cuaca cerah. Mungkin tersebab dipicu aroma tak biasa, kaki saya melangkah ragu. Serasa ada kekuatan magis meneteskan embun dari langit-langit gua.. He he.... Dasar nenek jadul bin kolot.
Ratusan turis berwajah melayu dan asing keluar masuk silih berganti. Sebagian besar dari komunitas India yang hendak melakukan ibadah suci.