Anehnya, dua hari belakangan saya rasa dikejar-kejar kesalahan. Setiap lebaran menuntut anak-anak mudik, mereka mengabulkannya. Di sisi lain saya  sendiri sudah puluhan tahun tidak menunaikannya kepada Emak, sampai akhir hayat beliau Oktober 2008.
Terakhir saya lebaran bersama orangtua di kampung tahun 1983. Tepatnya sebelum punya rumah sendiri.
Meskipun pada kesempatan lain saya sering pulang, nuansanya tentu berbeda dengan hari nan fitri.
Saya malu pada diri sendiri, kepada langit kepada bumi, kepada malaikat Kiraman Katibin. Mungkin saya ini lebih pantas menyandang label ibu dan anak egois.
Apa hendak dikata, semuanya telah berlalu.  Sekarang tinggal  penyesalan pembalut duka. Sambil bersih-bersih di kamar anak-anak, tanpa terasa air mata tua ini meleleh. Mak ...!  Maafkan anakmu,  Mak! Aku kangen Emak.
Betul kata tetua, bahagiakanlah orangtuamu selagi beliau masih hidup. Apalah artinya air mata apabila dirinya telah tiada. Kini saya hanya mampu merajut untaian doa. Â Semoga Emak tenang di alam sana.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H