Bagi perusahaan perkebunan pemilik modal seperti  PT  Incasi Raya,  berapa  pun harga sawit  tidak berdampak apa-apa. Sebab, mereka menjualnya dalam produk olahan, dan  bermain di pasar internasional. Yang terjepit petani level bawah,  yang menggantungkan suapnya  pada pohon sawit. Â
"Tolong sampaikan kepada pemerintah, Bu. Minta dinaikkan harga sawit. Agar hidup kami sejahtera dan mampu menyekolahkan anak," kata salah seorang petani sawit Inderapura saat saya ajak berbincang seputar masalah persawitan. "Dulu pernah harganya jatuh ke Rp 500. Kami memilih tidak panen. Lebih baik membiarkan dia di pohonnya, kering dan rontok sendiri," tambahnya.
Saya hanya bisa tersenyum dan menjawab, "Okey."  Mungkin pria yang tak mau desebutkan namanya ini menganggap kompasianer seperti saya dapat menyuarakan kegundahan masyarakat  lapisan akar rumput seperti dirinya.
Beginilah potret kampung kecil Tanjung Batang Kapas dan Pasir Ganting Inderapura, dari zaman ke zaman. Berkat usaha semua pihak, masyarakatnya terbilang berhasil menikmati pembangunan di banyak aspek. Namun untuk menyejahterakan kehidupan pribadi dan kelompok, mereka terkendala oleh hal lain. Salah satunya, produk pertanian mereka belum dihargai dengan tarif yang wajar.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H