Negeri yang berlokasi di pantai pulau Sumatera bagian barat ini diapit oleh laut dan sungai. Tak heran, 99% warganya berprofesi sebagai nelayan. Kondisi tanahnya tidak memiliki perbukitan. Tiada pula didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai ke pusat pemerintahan Inderapura sejauh 7 kilometer. Meskipun ada, hanya batu-batu liar yang belum tersentuh oleh aspal.
Andai tsunami datang menyerang, mau menyelamatkan diri ke mana, coba! Ke kanan dikepung sungai, ke kiri diserbu ombak. Makanya, tidak berlebihan kalau kampung ini dikatakan berada di tengah gempuran hantu stunami si perenggut maut.
Atas nama masyarakat Pasir Ganting, Dang sang tokoh masyarakat minta saya menyuarakan permohonannya kepada pemerintah pusat via Kompasiana. Khususnya pada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, agar beliau berkenan membangun gedung shelter baru. Atau jika memungkinkan, merenovasi shelter yang sudah ada. Supaya bisa dimanfaatkan jika suatu saat masyarakat dalam kondisi darurat gempa dan tsunami.
"Musibah dapat mangancam kapan saja, Bu. Dahulu tsunami dan gempa seperti saudara kembar. Tiada tsunami tanpa gempa. Pasca gempa, kita masih sempat keluar rumah mencari tempat yang aman sebelum air laut naik.
 "Ini menyangkut keselamatan jiwa manusia, Bu. Jika pemerintah abai atau mengabai-abaikan, bukan tidak mungkin kami makhluk penghuni Pasir Ganting ini punah sampai ke anak cucu." Dang mengakhiri uneg-unegnya.
Inilah sekilas kondisi kampung dan masyarakat Pasir Ganting. Mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air, yang sama-sama mendambakan perlindungan dari negara. Agar bebas dari kekhawatiran dan ancaman bahaya, supaya dapat beraktivitas dengan aman. Seperti warga Indonesia lainnya.Â
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H