Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pasar Lopak dan Wilayah Arizona Jambi, Surga Belanja Pakaian Bekas

15 Juli 2018   23:58 Diperbarui: 16 Juli 2018   09:16 4856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dn mejeng di Luksemburg pakai jaket BJ (Foto Dn)

Zaman sekarang, tren bergonta-ganti pakaian bukan hanya milik orang-orang berada atau kalangan selebritis saja. Tetapi telah mewabah ke segala lapisan masyarakat Indonesia. Termasuk warga yang perekonomiannya strata terbawah. Hanya kuantitas dan kualitas pakaiannya yang berbeda-beda. Antara orang berduit dengan masyarakat biasa.

Tidak sama dengan generasi saya dahulu. Hancur satu ganti satu. Pakai baju bertambal bukan hal aneh. Masih terngiang ditelinga saya, saat Pak Guru di sekolah mengajarkan tentang kebersihan, "Biarlah baju bertambal, asal selalu dicuci dan tetap bersih."

Semasa itu (tahun 60-an), untuk salin baju sedang basah pun tiada pengganti. Kiatnya, berkemban dengan sarung. Kadangkala, setelah dicuci langsung dijemur di pinggir kali. Empunya terpaksa berendam menjelang baju kering. Ini dialami oleh hampir seluruh anak-anak di lingkungan saya.

Bersyukur individu-individu zaman milenial punya pilihan kain atau pakaian yang melimpah ruah. Dengan harga yang sangat terjangkau. Yang berkantong tebal, silakan beli di mal atau butik-butik elit. Yang punya uang sedikit, belanja saja di in door atau kaki lima. Dan, jika duitnya sangat sedikit, jangan khawatir karena masih ada pilihan lain yakni dengan membeli pakaian bekas. Masyarakat Jambi dan Palembang menyebutnya baju BJ (Bekas Jambi), yaitu pakaian bekas impor dari luar negeri. Kalau pintar memilih, dapat barang bagus dengan harga miring.

Saya tak tahu mengapa disebut baju BJ. Padahal, setiap kota mempunyai pusat penjualan barang-barang second hand. Antara lain, di Bukit Tinggi ada Pasar Lereng, Medan terkenal dengan Pasar Sambu dan, di Jakarta termasyhur Pasar Poncol, Senen.

Surganya barang bekas kota Jambi berada di Pasar Lopak Angso duo dan Kelurahan Mayang atau yang dikenal oleh masyarakat Jambi wilayah Arizona. Dapat juga di ditemui di pasar-pasar tradisional Jambi. Meskipun tidak sebanyak di Pasar Lopak dan Mayang.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Barang yang dijual pun beragam. Ada ambal, kasur, bantal, sprei, sepatu, kaus kaki, tas dan lain sebagainya. Namun yang paling diminati adalah jenis pakaian. Seperti, kaos, kemeja, celana jeans, jas dan busana wanita berbagai model dan merek. Harganya bervariasi, yang digantungan lebih mahal daripada yang teronggok.

Semasa muda, setiap ke Jambi saya tak pernah absen nongkrong di lapak loakan Pasar Lopak. Membeli atau tidak, soal belakangan, yang penting kelaparan mata saya untuk melihat model-model baju terobati. 

Tabiat ini sudah melekat pada pribadi saya semenjak remaja. Mungkin karena didorong oleh bakat dan hobi saya sebagai tukang jahit nyambi. Jika ada yang sesuai selera, saya juga membelinya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Zaman baju BJ lagi ngetop sekitar dua puluh tahun yang lalu, harganya relatif murah. Setelan celana dan blazer wanita kondisi tujuh puluh lima persen, dibandrol separuh dari upah jahit yang saya terima saat itu. 

Model dan bahannya bagus, jahitannya halus dan rapi. Belum lagi kancingnya, lain dari yang pernah saya sematkan pada baju pelanggan.

Pertama agak malu-malu kucing alias gengsi. Setelah berada di area lapak, ternyata konsumennya bukan sembarangan orang. Banyak saya temui bapak-bapak berpakaian perlente. 

Mereka membeli setelan celana dan jas, sepatu, serta kemeja. Cowok-cowok ganteng berwajah mahasiswa sasarannya kaos dan celana jeans, cewek-cewek cantik memburu barang sesuai keperluannya. Begitu juga ibu-ibu rumah tangga. Akhirnya saya ikutan kalap. Waktu berlalu secolek telunjuk. Tanpa sadar, masuk pukul sepuluh pagi keluar jam empat sore.

Yang paling seru, berebutan memilih BJ obralan. Mengobrak-abrik tumpukan pakaian. Zaman itu harga per potongnya rata-tara seribu rupiah. Sekarang antara lima ribu dan tiga sepuluh ribu. Sangat terjangkau oleh kelas pemilik duit yang amat sedikit tadi.

Putri saya Dn tampil elegan dengan baju hangat BJ di Beijing. (foto Dn)
Putri saya Dn tampil elegan dengan baju hangat BJ di Beijing. (foto Dn)
Buah jatuh tak jauh dari pohon. Secara alami, kegemaran mengunjungi toko BJ menurun ke pada putri saya. Dia malah lebih lihai daripada saya. Tahu membedakan barang asli dengan kawean. Apabila hendak bepergian ke Luar negeri, khususnya Cina dan Eropa, sebelum berangkat terlebih dahulu dia mencari baju panas di Pasar Lopak dan Arizona. Saya tanyakan, kenapa tidak beli di negara tujuan saja.

Enteng dia menjawab, selain mahal, enakan belanja di sini. Bisa nawar se enak perut. Setelah dibeli antar ke laundry, minta direndam semalaman. Dan yang bahannya tahan panas di setrika luar dalam. 

Dia memborong sampai lima lembar. Alasannya biar di foto pakaiannya gonta-ganti. Ntar sebelum pulang dibuang aja di tong sampah hotel. Lebih baik membawa oleh-oleh ketimbang diberatkan jaket BJ. 

Dn berpose di Belanda dengan jaket BJ (Foto Dn)
Dn berpose di Belanda dengan jaket BJ (Foto Dn)
Solusi yang cerdas. Di luar nalar nenek-nenek sekelas emaknya. Saya tersenyum, merenung kebodohan diri. Waktu saya berkunjung ke Inggris, setiap berfoto selfie pakai jaket itu ke itu saja. Meskipun dalamannya gamis atau celana berbeda. Padahal banyak baju panas bekas menantu yang masih bagus tidak dia pakai. Sering juga dia nawar, saya menolak. Wujud baju bertambal pun kembali berkelebat di kepala.

Sehari yang lalu, saya sengaja berleha-leha ke Pasar Lopak. Sekadar melihat sekalian mencari inspirasi. Kondisinya sedikit berbeda dengan tujuh tahun lalu (terakhir saya shopping di sana). Pengunjungnya agak sepi. Mungkin tersebab berbenturan dengan waktu shalat Jumat. Atau dampak situasi setelah lebaran. Tarifnya pun agak mahal. Namun, jika dibandingkan dengan harga baru, BJ tetap lebih murah.

Dn bergaya di Paris bersama Jaket BJ (Foto Dn)
Dn bergaya di Paris bersama Jaket BJ (Foto Dn)
Misalnya kemeja Zara kondisi tujuh puluh lima persen, dibandrol lima puluh ribu rupiah. Kata si pedagang, versi barunya di konter resmi Grand Indonesia Mall Jakarta sekitar satu juta. Dan, celana Levi's, Adidas, Nike, Giordano dan bermerek Internasional lainnya, kisaran tujuh puluh lima sampai seratus lima puluh ribu. Di konter resminya, di atas satu juta. Tambahnya. 

Harga tersebut masih bisa ditawar. Tergantung kepiawaian bernego.

Tetapi, untuk memperoleh brand ternama yang masih bagus itu nasip-nasipan. Kecuali jika ketemu pedagangnya sedang atau baru selesai buka bal. 

Dn mejeng di Luksemburg pakai jaket BJ (Foto Dn)
Dn mejeng di Luksemburg pakai jaket BJ (Foto Dn)
Pedagang BJ lainnya yang saya sambangi di Pasar Lopak mengatakan, mahalnya harga BJ bukan tanpa alasan. Dahulu, memperolehnya relatif mudah. Barang-barang diselundupkan dari Singapura, Jepang, Malaysia, dan Hongkong melalui pelabuhan tikus Tanjung Jabung Barat. 

Dengan adanya larangan Pemerintah RI untuk mengimpor pakaian bekas, sekarang praktik tersebut ditumpas habis. Kapan ketahuan risikonya disita oleh pihak bea cukai. Kini barang terpaksa didrop dari Medan, dengan biaya operasional yang lebih mahal.

Dn berselfie ria di Beijing bersama jaket BJ (Foto Dn)
Dn berselfie ria di Beijing bersama jaket BJ (Foto Dn)
"Tujuan pemerintah itu baik Yuk. Supaya Rakyatnya tidak tertular penyakit aneh seperti HIV," celoteh saya dengan nada bergurau.

"HIV menular melelui seks bebas. Bukan lewat pakaian. Kalau begitu, duluanlah kami-kami ini tertular. Baju yang dipakai pedagang-pedagang di sini semuanya BJ," jawab wanita tersebut tegas.

Hari semakin siang, sore menjelang. Saya pulang tanpa membeli sepotong barang pun.

***

Jambi, 15072017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun