Walaupun alun masih ada, paling di daerah yang tanah/lumpurnya dalam melampaui pinggang. Tak bisa dijangkau oleh mesin. Pelaksanaannya jauh berbeda dengan turunan aslinya. Tale tak pernah lagi berkumandang. Ben bekerja semaunya.  Menghadap ke timur atau ke barat tiada aturan yang melarang. Mungkin generasi milenial/remaja Seleman saat ini  tak kenal lagi dengan tale yang khusus dinyanyikan ketika mencangkul  di sawah. Demikian juga halnya dengan anak muda/diswa SMP, SMA, jangankan masuk alun,  menyentuh cangkul pun mereka alergi.Â
Banyak nilai etika yang dapat dipetik dalam bekerja dengan sistem alun. Di antaranya, memelihara dan memupuk rasa  keadilan, kekompakan, kesetiakawanan, kerja sama, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, saling mengisi antara si kuat dengan si lemah dan pelajaran tersirat lainnya yang sarat dengan norma positif.
Sangat miris, kearifan lokal begini tidak mendapat tempat lagi di hati masyarakatnya sendiri. Padahal, bangsa lain  mengaguminya. "Suatu ketika seorang bule sedang tour keliling Danau Kerinci.  Mungkin karena mendengar kami batale, dia menghentikan sepedanya di pinggir jalan. Sambil tersenyum dan mengangguk-angguk bule itu memperhatikan kami bekerja.  Lama sekali," aku seorang perempuan tengah baya yang saya wawancarai terkait topik ini. Beliau mantan anggota alun yang telah berkiprah  20 tahun lebih. Dan, berhenti bersamaan dengan tumbangnya budaya  alun batale di sawah dari kebun tempatnya tumbuh.
Tidak hanya bule, tahun delapan puluhan, mahasiswa Universitas ternama dari luar Sumatera pernah melakukan  penelitian tentang kerja berpola alun yang diselingi tale nan indah merdu ini.Â
Demikian sekilas cerita tentang tradisi masyarakat Seleman bekerja di sawah pada  masa dahulu.  Artikel ini saya tulis dengan harapan, pihak terkait dalam hal ini pemerintah Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Kerinci, berkenan menghidupkan kembali budaya-budaya lama yang telah musnah ditelan peradaban. Seperti batale sambil mencangkul sawah di Desa Seleman pada zamannya.
***
Simpang Empat Danau Kerinci, 27052018.
Penulis,
Hj. Nursini Rais
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H