Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Batandang, Gaya Pacaran yang Nyaris Punah dari Bumi Sakti Alam Kerinci

25 Mei 2018   23:47 Diperbarui: 10 Juni 2018   22:19 3770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: kisahpendakicantik.blogspot.com

Pacaran adalah salah satu sarana bagi dua insan yang berlainan jenis untuk memadu kasih. Dalam pacaran seorang cowok dan cewek berkesempatan menjalin komunikasi terbuka. Sehingga masing-masing individu dapat mengenal markah calon pasangannya. Dalam berpacaran pula seseorang merasakan bagaimana indahnya cinta, manisnya rindu, sehingga hidup ini terasa berseni. Asalkan tidak terjebak pada jalan yang salah.

Pacaran pada dasarnya bermula dari rasa saling ketertarikan antara pemuda dengan seorang gadis. Siapa yang mula-mula mempraktikkannya, itu ya Bung susah ditebak. Butuh beberapa pakar untuk mendalaminya. Mungkin kita semua percaya bahwa kegiatan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Hanya cara pengaktualisasinya yang berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan zamannya.

Saya masih ingat, gaya pacaran tahun enam puluhan, butuh seseorang sebagai perantara. Istilah kerennya Mak Comblang. Perannya sebagai kurir untuk saling berkirim pesan antara bujang dan gadis yang sedang dimabuk asmara. Oknumnya harus orang yang kredibilatas keteguhannya teruji agar rahasia tidak bocor. Kalau ketahuan orangtua, si cewek harus siap-siap memasrahkan diri untuk dimarahi dan dipukul.

Semakin lama angka melek huruf di tanah air tercinta ini kian tinggi. Pesan yang semula disampaikan secara lisan beralih ke tulisan. Namun masih membutuhkan orang ke tiga sebagai pos. Sebab, pasangan kekasih tersebut tidak berani berhadapan terang-terangan. Seingat saya model pacaran begini masih berlangsung sampai akhir tahun tujuh puluhan.

Selain itu, ada pula teknik memadu kasih bergaya klasik. Pola ini sesuai dengan tradisi dan karakter daerah asalnya. Salah satu contohnya, di Mandailing Tapanuli Selatan yang dikenal dengan budaya Markusip. Markusip artinya berbisik. Di mana, sepasang kekasih membicarakan masalah percintaan dengan saling berbisik pada malam hari. Tempatnya di kediaman perempuan. Si cewek berada di dalam rumah, cowoknya di luar. Mereka berkomunikasi dari balik/celah dinding atau di kolong rumah. Waktu pertemuannya, setelah orangtua si gadis tidur lelap.

Markusip ini bertujuan untuk menjaga sopan santun. Sebab, sepasang muda mudi yang berlainan jenis berduaan di halayak adalah tabu bagi masyarakat setempat.

Lain Mandailing beda pula di tempat saya di Kerinci. Sebuah kabupaten yang bernaung di wilayah Propinsi Jambi . Di sini berpacaran disebut bamudo. Dapat dimaknai dengan sepasang muda-mudi sedang menjalin hubungan cinta. Manifestasinya dikenal dengan budaya batandang.

Batandang artinya bertandang. Seorang pemuda datang mengunjungi pujaan hatinya. Lazimnya pada malam hari di rumah orangtua perempuan. Mulai pukul 19.00-24.00. Bahkan tak jarang sampai dini hari, jika pasangan muda-mudi tersebut sedang dilanda mabuk cinta. Saat bertemu, sang gadis didampingi seorang wanita dewasa. Ibu atau kerabat dekat pihak perempuan sebagai pengawal. Sang bodygard tidak harus duduk satu meja dengan pasangan yang sedang diawasi. Cukup memantau dari lain ruangan.

Tahap awal, adalah penjajakan. Sang gadis mempelajari tipe calon pasangannya. Apakah laki-laki tersebut memenuhi kriteria pria dambaannya atau tidak. Apabila ada kecocokan, hubungan berlanjut. Kalau tidak, jangan harap akan dibukakan pintu untuk malam berikutnya. Namun, tidak tertutup juga kemungkinan pemudanya yang hanya nongol satu dua malam saja. Habis itu dia tak mau berbalik lagi.

Dalam batandang sepasang anak adam yang memadu kasih, membicarakan masalah percintaan, merajut masa depan seindah bintang menghiasi langit. Dalam menyampaikan maksud, si pemuda tetap menjaga etika. Sesekali mereka menggunakan kalimat berbau satire.

Sumber ilustrasi: kisahpendakicantik.blogspot.com
Sumber ilustrasi: kisahpendakicantik.blogspot.com
Keseriusan hubungan antara dua belahan jiwa tersebut dikukuhkan pula dengan saling bertukar pakaian. Sarung, jaket, kaus, kemeja, jam tangan, atau benda apa saja milik pribadi masing-masing. Dengan percaya diri si gadis atau bujang mengenakan benda pemberian sang kekasih. Pergi ke pasar atau sekadar mundar-mandir di tengah dusun.

Sebagaimana biasanya orang pacaran, hubungan mereka tidak selamanya mulus. Ada putus nyambungnya juga. Penyebabnya pun bemacam-macam. Mungkin karena masalah sepele, atau cemburuan karena diracuki orang ke tiga. Bagi pasangan yang dasar mata keranjang, tak jarang si cowok atau cewek pasang gandengan lebih dari satu. Sehingga selembar pakaian atau sarung digilirkan kepada beberapa gadis atau bujang berbeda. Jika demikian adanya, suasana bisa memanas.

Yang ingkar janjipun banyak. Alasannya bervariasi. Salah satu pihak tak dapat restu dari orangtua, sampai kompas cinta beralih mendadak. Sorenya sang gadis atau bujang mengenakan pakaian milik si doi. Besok tersiar kabar bahwa satu atau dua hari ke depan sang pujaan akan menikah dengan orang lain.

Kini fesyennya telah berubah. Budaya batandang di Bumi Sakti Alam Kerinci sudah tergerus dikikis zaman. Walaupun masih dipelihara, mungkin di daerah-daerah pelosok.

Kebebasan pergaulan seakan meledak. Laharnya merambat dari kota sampai ke pelosok desa. Dunia seperti tanpa batas. Sepasang muda-mudi tidak segan-segan berpelukan naik motor, foto selfie, dan bersantai enjoy di tempat-tempat umum.

Demikian paparan singkat dari daerah saya, tentang gaya pacaran anak muda zaman dahulu. Semoga inpiratif. Salam Ramadhan dan selamat berpuasa.

***

Simpang Empat Danau Kerinci, 25052018

Penulis,
Hj. Nursini Rais

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun