Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

6 Manfaat Cerdas Bermedia Sosial, yang Terakhir Mengantarkan Emak ke Mekah Gratis

23 Maret 2018   21:54 Diperbarui: 23 Maret 2018   23:52 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Rahmawati dan suaminya Cem Junet Peerk. Sumber: foto kapanlagi.com

Hadirnya internet, membuat dunia terasa makin kecil. Tak lebih dari seukuran gadget. Dampaknya, dalam hitungan detik kita dapat menjelajahi dunia, mengetahui peristiwa yang terjadi di belahan bumi mana pun. Dalam beberapa helaan napas pula, pesan, uang, dan dokumen penting akan terkirim dan sampai kepada alamat yang dituju.

Karena dukungan internet pula, para web developer berlomba-lomba mengembangkan jejaring sosial. Siapa yang tidak kenal facebook, twitter, instagram, WhatsApp, dan lain sebagainya.  Media tersebut telah berkembang dan dikenal luas oleh masyarakat. Penikmatnya pun seakan tak terbendung.  Laki-laki perempuan, dari anak-anak  sampai orang tua.

Sungguh hal yang tidak terduga sebelumnya. Terlebih bagi nenek-nenek seusia saya yang kenyang dengan asam garamnya kehidupan. Saya masih ingat suatu peristiwa di era  enam puluhan. Saat disuruh orangtua melaporkan kematian seorang kerabat kepada keluarga yang berdomisili di desa lain. Rute yang ditempuh tidak main-main. Enam belas kilometer pulang pergi. Berjalan kaki pula. Berangkat pukul delapan pagi, kembali sampai  di rumah jam empat sore. Coba kalau ada alat komunikasi seperti sekarang.

Kini, tinggal bagaimana kita menyikapi. Kemajuan yang telah kita reguk ini mau di bawa ke kiri atau ke kanan. Tak bisa diingkari, kecanggihan teknologi ibarat dua sisi mata uang. Bisa membawa manfaat, tidak mustahil pula mendatangkan modhorat.

Biar tidak sters, dalam kesempatan ini kita kesampingkan dulu efek yang beraroma negatifnya. Saya ingin berbagi cerita tentang 6 manfaat bermedia sosial yang cerdas, dan bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari.

  • Sarana berkomunikasi dan silaturrahmi

Ngobrol bersama cucu via video call. Sumber ilustrasi: Screenshot dokumen pribadi
Ngobrol bersama cucu via video call. Sumber ilustrasi: Screenshot dokumen pribadi
Mula-mula saya menolak menggunakan media sosial. Fasalnya merasa diri sudah tua. Namun pemilik warnet yang notabene mantan murid saya, dia bersikeras mau membuka akun facebook atas nama saya. Katanya, "Menambah pergaulan, biar tidak stres. Ntar kita bisa saling chatting."

Tanpa mengetahui apa artinya chatting, akhirnya saya mengamini. Dikala itu masih menggunakan komputer di warnet. Sekali dicoba, ternyata memang asyik. Saya langsung terhubung dengan anak cucu yang saat itu sedang berada di Eropah. Usai berinteraksi, tiada kata yang dapat saya ucapkan, kecuali tersenyum-senyum manis.

Dengan ber-facebook pula saya dapat bertemu dan menjalin silaturrahmi dengan mantan-mantan murid di luar daerah dan manca negara (Malaysia). Mereka menyapa ramah dan  memanjatkan doa setiap kali kami chatting.

Sampai kini, bagi saya tiada hari tanpa media sosial. Saya telah menjalin pertemanan dengan 5000 sahabat maya (khusus facebook).  

  • Sarana belajar

Komunitas Bisa Menulis. Wadah untuk belajar & berkarya saling mengoreksi, menyemangati, dan saling berbagi. Sumber ilustrasi: Foto Facebook.com,
Komunitas Bisa Menulis. Wadah untuk belajar & berkarya saling mengoreksi, menyemangati, dan saling berbagi. Sumber ilustrasi: Foto Facebook.com,
Pertama mengenal media sosial, jangangankan menulis artikel jelek begini, membuat status saja saya belum percaya diri. Arah dan adabnya masih mengawang. Memang sebelumnya saya punya segelintir pengalaman dalam menulis fiksi. Versi sendiri dan sekadar untuk dokumen pribadi. Tetapi masih saja terasa kurang.

Pernah saya dimaki oleh netizen karena terlanjur merespon postingannya di pacebook. Barangkali dia tersinggung, atau tak sudi keluhannya dikemontari oleh nenek-nenek seperti saya.  Mungkin pula anak muda itu benci pada apa yang saya tulis di kolom kementar statusnya. Wallaahu alam bissawab. Yang jelas, kejadian tersebut sukses membuat saya malu pada diri sendiri.  

Setelah punya followers di facebook dan  bergabung dengan beberapa komunitas kepenulisan, saya banyak belajar dari dosa yang pernah saya lakukan (dalan hal menulis). Melalui diskusi di grup, saya tidak gengsi menerima masukan dari rekan senior, meskipun usianya sepantaran cucu saya. Semenjak itu  rasa percaya diri ini berangsur tumbuh. Saya mulai berani merangkai kata untuk dikonsumsi publik, khususnya buat facebookers. Meskipun belum mahir, dan banyak salah daripada betulnya.

  • Memperluas area menemukan jodoh

Siti Rahmawati dan suaminya Cem Junet Peerk. Sumber: foto kapanlagi.com
Siti Rahmawati dan suaminya Cem Junet Peerk. Sumber: foto kapanlagi.com
Zaman saya dahulu, kebanyakan pernikahan terjadi antar lelaki  dan perempuan satu desa  saja. Paling di lingkaran kampung tetangga. Apabila anak perempuan menikah dengan pemuda luar, dia dicap gadis tak laku.  Beda jauh dengan zaman now. Perjodohan  telah bermain di level dunia. Kita semuanya tentu kenal dengan pemilik nama Siti Rahmawati, yang biasa disapa Siti KDI (pemenang KDI 2004). Adik kandung artis Cici Paramida tersebut, menikah dengan bule Turki Cem Junet Peerk pada tahun 2011. Keduanya mengawali perkenalan di dunia maya.

Dua tahun lalu, gadis desa tetangga saya mengikuti jejak sang pedangndut. Anak kenalan saya tersebut juga berjodoh dengan bule. Sama seperti Siti, bibit-bibit cinta kedua anak manusia itu tumbuh dan berkembang  di atas suburnya alam jejaring sosial. Mula-mula, hubungan mereka ditentang oleh orangtua perempuan. Maklum, orang kampung sini yang masih mengagungkan perkawinan keluarga. Biar warisan sawah dan tanah tidak jatuh ke tangan orang lain. Setelah sang  pria dan  ibundanya datang secara baik-baik dari Turki sana, pihak wanita pun luluh.

  • Ajang berbisnis/memasarkan produk

Pajangan di toko onlene. Sumber ilustrasi: Foto kudo.co.id.jpg
Pajangan di toko onlene. Sumber ilustrasi: Foto kudo.co.id.jpg
Berbisnis via media sosial kini bukan cerita baru. Lahan ini tidak hanya dikuasai oleh masyarakat kota dan yang berilmu tinggi saja. Orang desa lulusan SD, SMP dan SMA pun ikut mencebur di dalamnya. Umumnya mereka memilih bisnis ritel. Caranya pun simple. Tanpa memiliki toko, dagangannya dipajang di media sosial. Selain dijual onlene, ada juga pelanggan yang berdomisili di daerah sekitar. Mereka senang  berkunjung langsung. Konsumen yang minta diantar ke alamat juga ada. Free ongkos kirim dalam radius tertentu. Gilanya, sang distributor berani memberi diskon yang lumayan memikat. Barang yang sama dengan merek serupa, bisa dihargai sedikit lebih rendah daripada harga jual di toko offline.

Di tempat-tempat arisan, sering saya mendengar keluhan dari beberapa pedagang pakaian. Lokasi tokonya di tengah kota. Mereka bilang daya beli masyarakat semakin menurun. Omsetnya jauh berkurang dibanding dalam kurun dan kondisi yang sama pada tahun sebelumnya. "Padahal Ramadhon semakin dekat."

Saya berpikir. Bukan daya beli masyarakatnya yang lemah. Rezekinya yang sudah terbelah. Sebagian  customer  beralih ke lain style. Merasa lebih nyaman belanja onlene ketimbang offline. Terutama membeli pakaian. Harganya wajar tidak mencekik. Coba belanja di toko-toko konvensional. Nilai barang seratus ribu, dibandrolnya dua ratus lima puluh ribu. Pengen menawar agak rendah tidak tega.

Saya pun ikut mencicipi praktisnya memasarkan barang di jejaring sosial. Dua buku novel saya Jatuh Bangun Mengejar Sayang dan Rindu di Ujung Mimpi, terbit indie awal tahun ini. Keduanya saya jual onlene. Lumayan. Daripada menitip di toko buku dengan pi  selangit. Efeknya, harga buku melebihi tarif  novel best seller. Siapa yang sanggup membeli, coba!

  • Mencari  teman curhat

Saling curhatan bersama sahabat maya. Sumber ilustrasi: Screenshot dokumen pribadi
Saling curhatan bersama sahabat maya. Sumber ilustrasi: Screenshot dokumen pribadi
Sebagai member tertua dalam komunitas facebook, saya sering dicurhatin anak muda. Tentunya via inbook.  Mulai masalah ekonomi, sosial, suami, pacar, cinta yang tidak berbalas,  sampai ke urusan ranjang. He he.  Suatu ketika seorang netizen bertanya, "Nek, saya khawatir jika sudah tua tak sanggup lagi melayani suami. Gimana menurut Nenek?"  Dengan berlagak seorang  ahli, pertanyaan tersebut saya jawab. Sesuai pengalaman pribadi saya. Wah ... mereka merespek dengan kata-kata bernotasi ngikik.
  • Ajang mengeksperesi diri

Sulastri Widji. Emak yang sedang melaksanakan ibadah umrah gratis, berkat kecerdasannya bermedia sosial. Sumber ilustrasi; Foto facebook.com
Sulastri Widji. Emak yang sedang melaksanakan ibadah umrah gratis, berkat kecerdasannya bermedia sosial. Sumber ilustrasi; Foto facebook.com
Mengekspresi diri dimaksud bukan semata-mata, uploud foto, gambar dan update status. Salah-salah bisa dituding pamer. Lebih dari itu adalah mengaktualisasikan hasil kreativitas. Satu darinya karya tulis fiksi non fiksi.

Terkait hal di atas, barangkali ada baiknya ikuti kisah berikut ini.

Berkat kecerdasannya dalam mengekspresi diri, seorang sahabat sekomunitas saya memperoleh keajaiban yang luar biasa. Ceritanya  berawal dari rutinitasnya mempublikasikan artikel di akun facebook. Tersebab tulisannya yang cendrung kontradiktif, wanita yang senang dipanggil Emak tersebut menuai kecaman dari berbagai kalangan. Dia sering diserang dan dicaci-cerca. Bahkan pernah diteror oleh pihak yang berseberangan dengannya dalam  memandang kondisi bangsa dan negara saat ini. Namun, Emak tak pernah bosan menyuarakan apa yang diyakininya benar.  

Tiada disangka-sangka, seorang facebooker menyatakan simpatinya. Katanya dia ngfens sama Emak.  Mengapresiasi tulisan dan ketegarannya dalam menyikapi hujatan yang acap kali dilontarkan para penentangnya. Spontan, sosok misterius yang mengaku bernama Hamba Allah tersebut menawarkan Emak  biaya perjalan umrah untuk satu orang. Emak kaget berat. Tak percaya tapi nyata.

Apakah mereka saling kenal di dunia nyata? Tidak sama sekali. "Ini orang hidungnya saja belum tahu lho kok ngasih duit 20 jt," akunya via inbook.

Dengan senang hati Tanggal 16 Meret lalu Emak berangkat ke Mekah untuk memenuhi undangan Allah menunaikan ibadah umrah.

Demikian sekelumit kisah tentang manfaat bermedia sosial.  Apakah kita semua sudah berada di pusaran tersebut? Jika  belum, mari kita mencerdaskan diri untuk menjadi cerdas.

***

Simpang Empat, 23032018

Penulis.

Hj. Nursini Rais

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun