Mohon tunggu...
Nursin R. Gusao
Nursin R. Gusao Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Sosial

Saya perempuan dan saya suka menjelajahi waktu

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tentang Sade Lombok, NTB, dan Cerita yang Tak Usai

6 Maret 2023   11:59 Diperbarui: 19 Maret 2023   09:16 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari gerbang masuk Desa Sade mata kita disuguhkan  hasil karya tenun yang dikerjakan oleh para perempuan tangguh Desa Sade yang beragam. Mulai dari, kain, tas, syal, hingga pernak-pernik lainnya. 

Saya merasa kagum dan takjub datang kesini. Dengan keberagaman budaya yang ada, ada hal yang menjanggal di pikiran saya yaitu persoalan kehidupan perempuan di Desa Sade. 

Sejak awal kaki ini melangkah dari gerbang, tidak terlihat sosok perempuan yang berlalu-lalang dikeramaian wisatawan, ternyata perempuan-perempuan Desa Sade berdiam diri setiap rumah untuk menawarkan hasil tenun kepada setiap wisatawan yang lewat di depan rumah mereka.

Pengunjung saat diajarkan cara menenun. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Pengunjung saat diajarkan cara menenun. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Hal ini tentunya menghadirkan rasa penasaran saya dan saya jelajahi sudut Desa Sade sekedar melihat kehidupan perempuannya, satu kebanggaan yang luar biasa ialah  hasil tenunan yang dipajang disetiap rumah itu karya dari perempuan Desa Sade. 

Namun yang membuat saya tercenggang kemudian seketika mendengar bahwa perempuan yang telah menguasi teknik menenun kain mereka sudah boleh di nikahkan atau dalam bahasa harian mereka sudah boleh di “culik” walaupun masih berusia belasan tahun.

Anak-anak perempuan Desa Sade tidak diperbolehkan keluar dari Desa hanya sekedar mencari jodoh diluar, jika harus keluar maka perempuan tersebut digantikan dengan seekor kerbau sebagai gantinya. 

Sehingga mereka harus tetap memilih menikah dengan lelaki yang ada di Desa Sade meskipun memiliki ikatan saudara agar tidak menghilangkan garis turunan dari suku Sasak Sade itu sendiri. 

Saya kemudian coba mengambil sisi positif dari apa yang saya temukan, lagi-lagi saya ditampar oleh kenyataan bahwa sudah saatnya perempuan berhak memilih atas apa yang menjadi hak mereka dan memilih keluar dari ranah domestik yang justru mengekang kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun