Rakyat Indonesia akan kembali melaksanakan pemilihan umum atau pemilu serentak, pada 14 Febuari 2024 mendatang . Dilansir dari laman website Liputan6.com, pemilu atau pemilihan umum adalah proses demokratis di mana warga negara memilih para pemimpin mereka dan wakil rakyat melalui pemungutan suara. Sebagai warga negara yang baik, kita perlu untuk menggunakan hak pilih kita. Memilih sesuai dengan keinginan sendiri, bebas menentukan siapa saja tanpa paksaan.
Pada pemilu serentak 14 Febuari 2024 mendatang nanti, masyarakat akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.Â
Menjelang pemilu tentunya para calon sudah mulai melakukan kampanye untuk menarik masyarakat dengan menyampaikan visi, misi, program, dan janji manis para calon kepada masyarakat ketika terpilih nanti.
Ketika kampanye tidak jarang dari mereka memberi kepada masyarakat uang atau sembako dengan maksud lain supaya masyarakat memilih mereka. Secara langsung mereka telah melakukan politik uang.
Dilansir dari laman website Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, politik uang ( money politic ) adalah sebuah upaya mempengaruhi pilihan pemilih ( voter ) atau penyelenggara pemilu dengan ketidakseimbangan materi atau yang lainnya.Â
Politik uang berpengaruh dalam pemilu, karena masyarakat cenderung akan memilih ketika mereka diembel-embel kan uang. Atau juga mereka hanya mengambil uang tersebut tetapi tidak memilih yang memberikan uang itu, tetapi mereka tanpa sadar masuk dalam lingkup politik uang. Mereka beranggapan bahwa tindakan tersebut sudah biasa, padahal tindakan tersebut telah merusak arti demokrasi dalam pemilu. Dengan dilakukannya tindakan politik uang yang mempengaruhi terhadap pilihan masyarakat, tentunya juga berdampak pada pemilihan yang tidak murni.Â
Dilansir dari laman website Bisnis.com, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan hanya 11% dari total pemilih dalam Pemilu 2024 yang terpengaruh dengan politik uang.Â
Dalam surveinya, sebanyak 44% responden menyatakan politik uang itu bisa diterima sebagai hal yang wajar dan 56% sisanya menyatakan tidak bisa diterima atau tidak wajar.
Lebih lanjut, menurut hasil survei, profil yang mau dan terpengaruh politik uang cenderung tinggal di perdesaan, pendidikan rendah, dan pendapatan yang juga lebih rendah.Â
Dari survei tersebut, kita mengetahui bahwa pemilu 2024 masih ada masyarakat yang terpengaruh dengan politik uang dan masih banyak yang mewajarkannya. Supaya politik uang tidak berkelanjutan terhadap pemilu kedepannya, diperlukan adanya pencegahan terhadap politik uang.
Dilansir dari laman website bawaslu.go.id, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjabarkan strategi Bawaslu dalam upaya pencegahan praktik politik uang dalam tahapan Pemilu Serentak 2024.