Mohon tunggu...
Nur Septiani
Nur Septiani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Halo, aku adalah seorang penulis lepas. Kesenanganku pada dunia tulis menulis membuatku senang untuk belajar menulis di mana saja. Aku aktif di instagram dengan nama @septianiamzar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Aku Lupakan Dari Perempuan

11 September 2022   18:51 Diperbarui: 11 September 2022   18:55 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku baru saja bertemu dengan teman-teman lamaku di sebuah cafe. Aku tahu kalau jalanan sore ini akan macet, jadi aku memutuskan pulang lebih dulu. Jika driver ojek online yang selalu kutemui adalah  laki-laki, hari ini aku merasa tak biasa dengan bertemu driver seorang perempuan yang mungkin sudah berkeluarga. Ada kekaguman yang timbul dalam diriku saat melihatnya.

"Titiknya sesuai aplikasi, Mba?"
"Haa?"
"Titiknya sesuai aplikasi?"
"Maaf, Bu, suaranya gak kedengeran, heheh."
Ibu driver ojek online itu melambatkan motornya dan membiarkan beberapa kendaraan lain melewatinya.
"Ini, loh, Mba. Titiknya sudah benar sesuai aplikasi?"
"Oalah, iya, Bu, sesuai aplikasi."

Kulihat telepon genggam yang ditautkan pada holder di atas motor telah berdering berkali-kali. Tertera sebuah nama Widia, anakku dengan emoticon love diakhirannya. Dari balik spion, Ibu driver tampak khawatir sambil sesekali melirikku.

"Angkat dulu, Bu, gak apa-apa, aku gak buru-buru. Ini udah mau pulang ke kosan."
"Gak enak, Mba."
"Barangkali penting, Bu. Angkat aja, pinggirin dulu motornya."

Di tepian trotoar, aku bisa melihat mimik kekhawatiran si Bu driver membuat hatiku turut khawatir. Jangan-jangan ada apa-apa. Aku segera memukul kepalaku sendiri atas kebodohan yang baru saja kupikirkan.

Aku pun tak sengaja mendengar omongan Ibunya.
"Ambil obat yang dalam botol, lalu minumkan 2 biji."
"Tidurnya nyenyak tadi?"
"Ya, sudah klau gitu, Nak. Nanti Ibu telpon lagi, yah. Ibu lagi ada penumpang, gak enak lama-lama nelponnya."

Seakan menangkap raut di wajahku, Ibunya mengajak aku bercerita.
"Suami saya sakit keras sejak 1 tahun yang lalu. Hal itu membuatnya tidak bisa lagi bekerja, makanya aku yang menggantikan beliau."

"Ibu ngedrive smpai malam?"
"Nggak, Mba. Dari pagi smpai sore saja. Pagi ngantar anak skolah dulu terus lanjut ngojek. Malamnya sudah sama keluarga di rumah."

"Kebayang perjuangan Ibunya. Ngurus rumah, anak, suami sekaligus cari nafkah setiap hari," batinku.

'Ternyata aku sempat lupa bahwa sebagai perempuan, kita berhak berjuang lebih keras'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun