Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dilema Memilih Jodoh dan Karier

4 Februari 2021   04:53 Diperbarui: 4 Februari 2021   05:02 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu, di era Jakarta 1900-an, stereotipe soal etnis Arab yang sangat eksklusif masih sangat kental. Nahasnya, kakekku hidup pada zaman itu. Ia hanya penarik perahu tambang alias perahu eretan di Kali Ciliwung. Konon, menurut cerita almarhum ayahku, kakek orangnya tampan dan gagah.

Yang ketiga, pada 2003, ketika aku harus berkali-kali sholat istikhoroh ketika dihadapkan pilihan antara bekerja di sebuah biro penerjemahan tersumpah (sworn translator) dengan gaji all-in Rp800 ribu per bulan atau sebagai wartawan acara infotainment dengan gaji di atas Rp 1 juta plus bonus lain. Termasuk peluang ketemu artis-artis, demikian salah satu iming-iming sang produser yang mewawancaraiku. Belum lagi peluang gaji naik secara berkala. 

Mereka saat itu memang butuh banyak wartawan untuk sebuah program infotainment baru di sebuah TV swasta. Dengan portofolioku sebagai jurnalis lepas di sebuah media daring dan majalah kampus dengan kemampuan dan pengalaman menulis yang panjang, hal itu bukan kendala sebetulnya. 

Yang lebih menjadi kendala adalah hati nurani. Persetan dengan sang aktor metroseksual yang menjadi pemilik griya produksi itu! 

Aku hanya ragu apakah kelak aku akan dicatat di sisi Allah SWT sebagai penyebar gosip atau sumber gunjingan orang?

Mungkin naif. Mungkin tidak strategis, sekadar meminjam istilah seorang rekan sesama aktivis pergerakan mahasiswa. Tapi, entahlah, aku hanya merasa tidak sreg. 

Soal hidup kekurangan, itu toh biasa. "Yang penting tidak miskin di akhirat," demikian pesan kedua mendiang orang tuaku.

Menyesalkah aku?

Memang ada beberapa pilihan dalam hidupku yang sempat membuatku tidak tidur untuk menyesalinya. Meski aku insyaf bahwa hidup harus terus berjalan, dan harus terus memilih. 

Toh, hidup adalah kumpulan pilihan-pilihan. Aku juga telah memilih. Yang penting adalah menentukan pilihan. Soal konsekuensi itulah risiko yang harus dihadapi. Yang berbahaya adalah memilih untuk diam saja, tidak memilih. Yang penting tetap berusaha.

"Kucoba-coba melempar manggis. Manggis kulempar mangga kudapat. Kucoba melamar gadis. Gadis kulamar janda kudapat." (syair lagu Cucakrowo).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun