Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Demokrat, "SBY Fans Club" yang Memudar?

21 Januari 2021   06:15 Diperbarui: 21 Januari 2021   06:36 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY dalam acara Partai Demokrat/Foto: liputan6.com

"Politician and diapers must be changed often, and for the same reason." (Mark Twain)

Kutipan sarkastis dari Mark Twain, sang novelis The Adventures of Tom Sawyer, tersebut kerap menemui kebenarannya dalam jagat perpolitikan Indonesia. Para politisi berganti, timbul dan tenggelam, dan alasannya pun sama. Entah itu karam karena korupsi atau karena berakhir masa kejayaannya.

Hanya para politisi dan partai politik yang telaten dan cerdas mengatur napas panjang yang mampu bertahan, entah dengan konsistensi, kekuatan ideologi atau kelihaian akal bulusnya. Karena sejatinya politik itu adalah perlombaan lari marathon, alih-alih pacuan sprint jarak pendek.

Di situlah, sebagai suatu entitas politik, Partai Demokrat yang kini dipimpin oleh bekas mayor TNI AD, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tampak terengah-engah dan kelelahan. Partai politik warisan dari sang ayah, jenderal purnawirawan TNI AD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tersebut belum mampu berbicara banyak dalam kancah perpolitikan kiwari selepas masa gemilang dua periode kepresidenan SBY (2004-2014).

Pernyataan terbaru SBY (kini penasihat Partai Demokrat) soal vaksinasi COVID-19 dan juga pidato AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat tentang kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang mengkritisi peran pemerintah justru mengail respons negatif publik yang diwakili netizen atau warganet di media sosial. Hal ini terlepas dari keberhasilan garda pendengung (buzzer) profesional atau freelance dalam membendung setiap kritik terhadap pemerintah.

Di samping itu, Partai Demokrat (PD) saat ini, terbukti dalam berbagai survei, kalah mentereng popularitasnya dibandingkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam hal beroposisi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. 

Sikap moderat atau "tengah-tengah" Partai Demokrat, yang merupakan ciri khas SBY semasa dua periode kepresidenannya, yang ditafsirkan publik sebagai sikap "abu-abu" dan tidak tegas berpihak pada rakyat. Merapat ke penguasa tidak, beroposisi pun setengah hati. Demikianlah yang dipersepsi publik.

Berbeda dengan PKS yang selama sedekade terakhir tegas dan bahkan cenderung keras beroposisi, terutama dalam hal revisi UU KPK dan Omnibus Law. Dan tampaknya kerja keras itu akan berbuah manis, mengingat dalam berbagai survei, partai kader yang kini punya logo baru itu diprediksi akan menangguk banyak suara pada pemilu 2024 karena konsistensi sikap oposannya.

Terlepas dari kebenaran sejatinya, demikianlah cerminan persepsi publik. 

Wajar saja tho? Bukanlah politik itu adalah permainan persepsi dan citra? Kubu pemerintah dan Jokowi pun tampaknya menyadari betul aksioma tersebut, bahkan dengan lihai memanfaatkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun