Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Buya Hamka dan Daging Ulama Beracun

28 Desember 2020   13:41 Diperbarui: 28 Desember 2020   14:22 3378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang bilang daging ulama itu beracun (luhumul 'ulaama masmuumah). Jadi, berhati-hatilah memakannya. 

Tampaknya ungkapan lawas itu bermakna metaforis. Kecuali jika Anda Soemanto dari Purbalingga, sang pemakan daging orang, yang kini bahkan sudah tobat dan nyantri di sebuah pesantren.

Jangan sakiti ulama, itu intinya. "Menyakiti" itu bisa dalam bentuk penganiayaan fisik, psikis atau nama baik. Termasuk juga fitnah atau hoaks atau kabar bohong yang ditujukan kepada mereka.

Ungkapan populer tersebut bukanlah hadis atau perkataan Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wasssalam (SAW). Tetapi merupakan perkataan Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam kitab Tabyin Kadzib Al-Muftari.

Redaksional terjemahan lengkapnya adalah sebagai berikut: "Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya daging para ulama itu beracun (menggunjingnya adalah dosa besar), dan kebiasaan Allah dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama) telah diketahui bersama. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang telah Allah pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela".

Kover buku
Kover buku "Tasawuf Modern" karya Hamka/Dokpri

Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dalam kata pengantarnya untuk buku Tasawuf Modern (1939) mengisahkan penderitaannya semasa ditahan rezim Soekarno pada era 60-an dengan tuduhan berkonspirasi dengan pemerintah Malaysia untuk menggagalkan rencana Ganyang Malaysia yang dilancarkan pemerintah Orde Lama.

"Sekarang terdengar saja ucapan,"Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia." Gemetar tubuh saya menahan marah, kecil polisi yang memeriksa dan mengucapkan kata-kata itu saya pandangi, dan pistol itu ada di pinggangnya. Memang kemarahan saya itulah yang rupanya yang sengaja dibangkitkannya, tentu sebutir peluru saja sudah dalam merobek dada saya. Dan besoknya tentu sudah dapat disiarkan berita di surat-surat kabar: "Hamka lari dari tahanan, lalu dikejar, tertembak mati!"

Sang ulama besar itu ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan hingga bertahun-tahun.

Dalam penuturan Buya Hamka, proses interogasi disertai penyiksaan fisik dan mental oleh aparat rezim saat itu sedemikian berat hingga beliau sempat terpikir untuk bunuh diri. Namun sang buya akhirnya mengurungkan niatnya itu, karena sadar bahwa hal itu akan dijadikan alat propaganda rezim untuk menguatkan tuduhan tak berdasar terhadap dirinya tersebut. 

"...Di saat seperti itu, setelah saya tinggal seorang diri, datanglah tamu yang tidak diundang, yang memang selalu datang kepada manusia di saat seperti demikian. Yang datang itu ialah SETAN! Dia membisikkan ke dalam hati saya, supaya saya ingat bahwa di dalam saku saya masih ada pisau silet. Kalau pisau kecil itu dipotongkan saja kepada urat nadi, sebentar kita sudah mati. Biar orang tahu bahwa kita mati karena tidak tahan menderita. Hampir satu jam lamanya terjadi perang hebat dalam batin saya, di antara perdayaan Iblis dengan Iman yang telah dipupuk berpuluh tahun ini. Sampai-sampai saya telah membuat surat wasiat yang akan disampaikan kepada anak-anak di rumah. Tetapi alhamdulillah: Iman saya menang."

Demikian curahan hati Buya Hamka perihal fitnah keji dari rezim Soekarno.

Salah satu yang membuat Buya Hamka bertahan adalah dengan membaca buku kembali Tasawuf Modern karyanya sendiri, selain Al-Qur'an yang berkali-kali dikhatamkannya, yang senantiasa mengingatkan dirinya akan Allah dan Islam. Dan beliau juga menuntaskan menulis buku Tafsir Al-Azhar yang merupakan tafsir Al-Qur'an 30 juz.

Akhir cerita, rezim Orla Soekarno, yang mengagungkan paham Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme) dan memenjarakan sedemikian banyak ulama penentangnya termasuk membubarkan Partai Islam Masyumi, tumbang tragis.

Soekarno dipenjara dan meninggal dunia dalam keadaan tragis, sakit parah. Namun Buya Hamka, dengan kebesaran hatinya, tetap memenuhi pesan terakhir sang pemenjaranya itu untuk menjadi imam sholat jenazah si Bung Besar.

Ada juga kisah Soeharto yang membangun rezim Orde Baru (Orba) selepas runtuhnya Orde Lama (Orla). 

Rezim Orba yang dipimpin Soeharto yang tegak dan gencar mengampanyekan paham Asas Tunggal (Astung) Pancasila itu banyak menahan para ulama dan aktivis Islam yang disebutnya "ekstrem kanan", terutama selepas tragedi pembantaian Tanjung Priok 1984. 

Tangan sang jenderal besar pun tidak kalah berdarah-darahnya dengan rezim Orla yang digusurnya. Kendati, di akhir kekuasaannya, ia sempat merapat dengan umat Islam, melalui ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan inisiatif pendirian bank syariah pertama di Indonesia yakni Bank Muamalat.

Akhir cerita Soeharto pun nyaris mirip dengan sang pendahulunya yang sukses digulingkannya. 

Soeharto terhinakan, digusur aksi massa besar-besaran bertajuk Reformasi 1998 (yang digulirkan para mahasiswa). Persis sama seperti Soekarno yang tumbang ditendang Gerakan Mahasiswa 1966. The Smiling General itu pun hidup sakit-sakitan hingga akhir hayatnya.

Demikianlah beracunnya daging ulama. Dan itu kisah yang tak mustahil akan terus berulang saat ini dan pada waktu mendatang. Bukankah sejarah itu berulang?

Daging ulama itu beracun, maka berhati-hatilah.

Jakarta, 28 Desember 2020

Referensi:

1. Tasawuf Modern karya Buya Hamka, Cetakan VIII (Januari 2018), Penerbit Republika, Jakarta.

2. Mencaci Ulama? Ingat, Daging Ulama Beracun, Artikel daring di laduni.id (25 Desember 2018). Tautan: https://www.laduni.id/post/read/50340/mencaci-ulama-ingat-daging-ulama-beracun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun