Di kampung kecil itu, ada seorang ustaz muda yang baru pulang nyantren. Ustaz Hariz namanya. Lengkapnya Hariz Ridwan Saputra. Masih lajang, belum empat puluhan usianya.
Ia guru ngaji yang mengajarkan baca tulis Al-Qur'an di beranda rumahnya bakda Maghrib. Konsumen ilmunya tidak hanya anak-anak, remaja pun dihimpunnya dalam sebuah pengajian khusus. Termasuk juga untuk majelis taklim ibu-ibu dan pengajian bapak-bapak.
Ustaz Hariz punya kebiasaan jalan-jalan sore keliling kampung. Suatu kebiasaan unik yang tidak dimiliki para ustaz lainnya di kampung kecil itu.
Ditambah lagi, sering didapati ia ngobrol akrab dengan kumpulan ibu-ibu yang ngerumpi depan rumah saat jalan-jalan sore (JJS) itu. Demikian juga dengan kelompok preman kampung, abang becak dan penjual keliling yang sering disambanginya.
Namanya juga kampung kecil.
Apabila melayang sebuah kabar burung lantas ditangkap, dicerna dan dimuntahkan dalam kabar yang lebih bervariasi baik muatan maupun panjang cerita. Sementara Ustaz Hariz tetap bungkam, dugaan-dugaan sesat tentang kebiasaan unik sang ustaz menjadi lebih berbahaya daripada serangan virus korona.
Di saat sekumpulan warga mempergunjingkan Ustaz Hariz yang dianggap tidak pantas JJS sementara ia seorang pemuka agama, ada juga yang menuduhnya tebar pesona bahkan cari jodoh, sekelompok lain bersikeras membela sang ustaz.
"Siapa tahu Ustaz HRS cuma jalan-jalan cari angin. Dia kan perlu bersantai juga," ujar seorang warga. Serentak yang lain merenung, sibuk dengan alam pikiran masing-masing
Masalahnya ternyata tidak sesederhana dan seringan adu omongan. Juga tidak padam dengan diabaikannya isu itu oleh Ustaz Hariz yang tidak pernah berkomentar apa-apa. Yah, memang itu persoalan remeh temeh sebetulnya.
Namun kalangan muda yang bersimpati dengan isu yang menimpa Ustaz Hariz merasa mendapat peluang emas untuk melampiaskan gairah muda mereka. Gairah yang terbakar dengan bahan bakar beragam kesumpekan hidup mulai dari lapangan kerja yang langka, korupsi, belenggu tradisi kolot atau arogansi kekuasaan pejabat kampung.