Soal timbangan pahala seseorang, wallahu a'lam bisshawwab. Hanya Allah yang mengetahui kadar takarannya.Â
Sama halnya seperti seorang wanita pelacur yang justru dijamin masuk surga karena menolong mengambilkan air bagi anjing yang kehausan. Atau, dalam derajat yang sama, kisah seorang sufi yang di akhir hayatnya justru bermaksiat yakni berzina dan membunuh karena terlalu asyik-masyuk dan bangga dengan ibadahnya. Sekali lagi, wallahu a'lam.Â
Namun, intinya, jika manusia yang dijadikan standar, maka akan sangat relatif. Karena terlalu banyak variabel. Dan banyak muncul kesimpangsiuran yang merongrong iman dan keyakinan seseorang.
Sebagai Muslim, mari kita berpegang pada standar yang sama, yakni Allah dan Rasulullah.Â
Bukankah Nabi Muhammad SAW juga terluka ketika berperang, sholat dan menikah seperti manusia normal yang lain?Â
Bahkan beliau melarang beberapa sahabatnya yang berniat berpuasa tanpa henti dan berniat tidak menikah seumur hidup. Andai Rabi'ah hidup pada zaman yang sama dengan nabi Muhammad niscaya Rabi'ah pun akan diperintahkannya untuk menikah.
Jadi, demi penghormatan kepada Rabi'ah dengan segenap jasanya, mari terima dan akui fakta riwayat hidupnya sebagai fakta historis dan bukan fakta ideologis apalagi teologis (tauhid) yang bersifat mengikat dan harus dipanuti. Ia manusia biasa, bukan Nabi Allah yang ma'shum (bebas dari dosa).
Sahabat, riwayat Rabi'ah Al-Adawiyah atau tokoh-tokoh lain yang tidak sejalan dengan sunnah Nabi Muhammad bukanlah suatu pembenaran yang cerdas untuk takut menikah atau menghindari menikah."
Alhasil, soal ada jodoh atau tidak, itu urusan yang lain. Yang penting pancangkan niat terlebih dahulu untuk menikah. Seperti petuah sakti dalam The Secret karya Rhonda Byrne (2006) atau teori Mestakung (Semesta Mendukung)Â dari Prof. Yohanes Surya pada tahun yang sama, "Jika niat sudah dipancangkan maka semesta akan membantu."
Jika sudah bertekad maka bertawakkallah, kata Kanjeng Nabi Muhammad. Jangan sampai karena kelewat lama menjadi jomlo atau menjomlo kronis, membuat kita kalap atau bahkan putus asa, hingga berniat selibat, terkecuali jika diperbolehkan dalam agama yang diyakini.
Akhir kata, ada kutipan pepatah bahasa Jerman,"Wenn man will, sucht man wege. Wenn nicht will, sucht man gruende."
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!