Pembantu nyonya yang baru pulang dari kampung menangis meratap-ratap, "Duh, Nyonya, kok begini akhir hidupmu? Dibunuh orang! Huhu..."
Si mbok setengah baya itu sesenggukan. Sebentar-sebentar disekanya airmata dan ingusnya dengan ujung kebaya. Kebaya hadiah lebaran tahun kemarin dari sang nyonya.
Dua jenazah bertutupkan kain tergeletak di ruang tempat kejadian. Yang satu dengan luka tikaman di sekujur badan sudah diketahui siapa gerangan. Jenazah nyonya tua yang malang.
Namun tidak ada yang mengenali mayat lelaki jangkung berambut lurus, berdagu lancip dan bertahi lalat besar di pipi. Siapa dia?
Orang-orang hanya bisa bergunjing dan menunjuk-nunjuk jasad yang penuh luka-luka aneh itu. Luka-luka gigitan dan cakaran. Dan sepotong lengan terserak tidak jauh dari si jasad kaku.
Seorang petugas polisi bertanya kepada si pembantu yang sedang membelai kucing hitam sambil terus meratap.
"Apakah nyonya punya hewan buas? Harimau misalnya?"
"Tidak, Pak. Nyonya hanya piara kucing ini," jawab si pembantu.
Kucing hitam jinak dalam pangkuannya menggeliat dan menguap. Di tengkuk kucing manja itu, di balik bulu hitam mengkilat, ada bekas lubang tusukan sedalam lima senti yang hampir mengering darahnya.
Sang petugas membungkuk memperhatikan luka itu dengan saksama. Seakan ingin meneropong kembali kejadian tadi malam. Malam di mana Tuhan mempertunjukkan kebesaran-Nya. Suatu kebesaran yang dipertunjukkan bagi orang besar.
Orang besar?