Alhasil, apa pun warna yang ingin ditorehkan dalam dinding sejarah negeri ini, sejatinya tidaklah suatu warna yang utuh sepenuhnya. Ada merah darah, dan juga abu-abu serta kelabu.
Apa pun itu, jangan pernah gamang atau galau memegang keyakinan sebagai anak bangsa yang nasionalis berpancasila.
Karena peristiwa Madiun Affairs 1948 dan Gestapu 1965 yang merongrong negara Pancasila ini tak mustahil akan berulang dalam waktu dekat atau dalam kurun waktu mendatang, jika kita abai dan meremehkan setiap gejala atau potensi yang mungkin ada.
Jas merah, teriak Bung Karno, "jangan sekali-kali melupakan sejarah".
Kendati sayangnya sang pengucap justru terhempas karena ucapannya sendiri yang abai bahwa 17 tahun sebelum 1965 kawan PKI telah berkhianat di Madiun. Semata-mata karena kegandrungan sang Bung Besar akan "persatuan" seluruh unsur bangsa, yang dipaksakannya menyatu dan menjadi persatuan semu yang dimanipulasi dan dieksploitasi golongan tertentu.
Soekarno yang nahas. Namun revolusi memang kerap memakan anak kandungnya sendiri, tanpa kecuali, dan dengan ganas.
Bukankah sejarah itu berulang? Hanya keledai yang terperosok ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Catatan sejarah 1948 dan 1965 sudah menunjukkan kitalah bangsa keledai malang itu. Jangan sampai kita lebih keledai daripada keledai. Dan lebih malang daripada si tokoh dongeng Lebai Malang.
Jakarta, 29 September 2020
Baca Juga: Apa Warna September yang Kau Mau, Kawan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H