Bagi yang mati, ketika nafas terakhir lepas, habislah perkara. Tinggal ia berurusan dengan Sang Pencipta. Bagi yang ditinggalkan, keribetan kerap menyergap. Sederet formalitas acara adat atau pemakaman, tumpukan tagihan biaya penguburan dll.
Hingga kita semestinya bertanya sebenarnya semua itu untuk siapa dan untuk apa.
Demikian juga bagi siapa saja yang saat ini putus asa, dan memutuskan mengambil solusi yang dianggapnya manjur, yakni bunuh diri. Mereka selayaknya bertanya pada diri sendiri: apa yang sudah diperbuat selama hidup? Untuk apa hidup ini? Dan buat siapa hidup ini?
Menurut lagu rakyat suku Swahili, sebuah suku terbesar di benua Afrika, hidup adalah perjuangan. Kalah menang adalah urusan Tuhan. Sementara, kata almarhum Wahyu Sulaiman Rendra, perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Dan, Pramoedya Ananta Toer menambahkan, kata-kata adalah ibarat tanah lempung, yang bisa dibentuk sesuka hati, bisa mengeras dan melembut.
Kesimpulannya, hidup itu bisa kita bentuk sesuka hati, karena hanya ada empat misteri Ilahi dalam hidup ini: kematian, jodoh, rejeki dan kelahiran. Sisanya bergantung pada upaya aktif manusia sendiri, dengan tidak menafikan peran takdir dari sang Causa Prima dalam semesta ini.
Karena, sebagaimana ditegaskan Bung Karno, yang juga merupakan pesan dalam Al Qur'an, takkan berubah nasib suatu bangsa tanpa bangsa itu mengubah nasibnya sendiri. Jika ingin mengubah nasib sendiri maka mulailah dengan mengubah apa yang ada pada diri sendiri. Karena hukum kausalitas atau sebab akibat itu sesungguhnya adil.
Sesungguhnya, sebagaimana makna sebuah pepatah Minang, alam yang terbentang menjadi guru bagi kita semua. Tinggal saja kita yang harus membacainya dengan saksama dan jujur. Hanya saja terkadang kita terlalu pongah atau bebal untuk memahaminya.
Dan Jakob Oetama dengan sejarah panjangnya, berkat kiprah dan sederet jasanya dalam pelbagai bidang, dengan sendirinya telah menjawab dan membuktikan kepada kita tentang apa yang sudah diperbuatnya dalam hidup, untuk apa kehidupan dijalaninya, dan buat siapa hidupnya diabdikan.
Pelajaran ketiga
Inilah pelajaran terakhir yang penting dan terutama. Tentang dinamika merayakan keberagaman agama di antara kita.
"Jakob Oetama itu Muslim atau Katholik?"