"Bukankah tulang-tulang rentamu juga merupakan tanda?"
Sang sufi kian terhenyak.
"Bukankah kematian orang-orang di sekitarmu sudah cukup sebagai tanda-tanda bagimu?"
Sang sufi akhirnya menangis dan bersujud. Ia memohon ampun kepada Tuhan atas prasangka buruknya kepada sang Khalik. Di akhir kisah, diceritakan kematian sang sufi dalam kondisi husnul khotimah, tenang dan ikhlas.
Ya, segenap tanda-tanda yang disebutkan sang malaikat maut tersebut juga merupakan pesan terakhir bagi kita, para calon penghuni liang kubur yang juga akan bernasib seperti sang sufi, yakni mati.
Dan kematian Jakob Oetama juga merupakan tanda bagi kita yang masih hidup bahwa kematian itu nyata dan dekat. Siapa pun ia, entah pejabat, pengusaha besar, politisi atau bahkan rakyat jelata, semuanya akan berakhir sama. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Permasalahannya hanyalah kapan, di mana, dan bagaimana.
Pelajaran kedua
Siapa bilang mati itu sederhana?
Persepsi salah inilah yang dianut kebanyakan orang, yang kemudian dianggap sebagai solusi final dan permanen dalam menyelesaikan masalah, yakni dengan bunuh diri.
Padahal mati itu tidak sederhana.
Kematian selalu berwajah ganda, yakni kesederhanaan dan keribetan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!