Okelah, jika "anjay" dilarang, apakah lantas bocah ingusan dan remaja tanggung akan setop memaki atau merisak (bully) dengan menggunakan kata-kata jorok dan keji?
Rasanya tidak. Ada banyak kosakata makian atau umpatan dalam bahasa Indonesia yang bisa digunakan. Sebut saja pukimai, ngewe, kunyuk, atau bahkan fuck dan fucking, jika ingin versi impor.
Alhasil, jika "anjay" itu nyamuk, maka melarang kata itu sama saja menembak nyamuk dengan meriam atau bazoka. Lewah dan lebay, mubazir dan berlebihan.
Dan jika "anjay" itu nyamuk, maka keringkanlah rawanya yang menjadi sumber berkembang biaknya sang hewan pengganggu tersebut. Dan "rawa" yang perlu dikeringkan oleh Komnas PA, dan juga para aktivis advokasi hak anak, adalah antara lain tontonan dan tayangan TV dan media yang tidak ramah anak, yang mengusung kekerasan dan pornografi, misalnya.
Memperjuangkan regulasi pengawasan media agar memproduksi tayangan yang lebih ramah anak dan lebih mengedukasi anak, itulah salah satu cara mengeringkan "rawa hitam berbau busuk" tersebut. Itulah salah satu dari sekian banyak hal yang lebih maslahat dan lebih urgen dampaknya untuk diperhatikan dan diperjuangkan, alih-alih sekadar melarang kata "anjay" yang memang sensasional namun minim dampak perbaikannya.
Jakarta, 3 September 2020
Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H