Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

New Normal, Indonesia, dan Jokowi

17 Juni 2020   03:54 Diperbarui: 17 Juni 2020   03:59 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"New Normal" jalan tengah Jokowi/Sumber: pinterpolitik.com

Tahun 1996, saat saya diterima di salah satu fakultas di Universitas Indonesia (UI), ada materi simulasi aksi demonstrasi atau unjuk rasa yang dipandu para mahasiswa senior dalam rangkaian acara ospeknya. Nama resminya, Orientasi Perguruan Tinggi atau OPT.

Dalam simulasi tersebut, para mahasiswa baru (maba) diperkenalkan dengan konsep "active non-violence" atau "aktif nirkekerasan".

Kala itu, sebagai demonstran, maba dihadapkan dengan para panitia ospek yang bertindak sebagai aparat keamanan yang menghadang para demonstran. Dan demonstran hanya boleh berorasi dan menyuarakan yel-yel tanpa boleh melakukan sentuhan atau kekerasan fisik terhadap aparat. Disimulasikan juga teknik dan taktik pergerakan maju merangsek barisan pengamanan serta mundur bertahan dari serangan aparat.

Dengar-dengar, materi simulasi tersebut konon merupakan "kompromi" antara para aktivis gerakan kiri yang tergabung dalam Keluarga Besar Universitas Indonesia (KBU) dan Senat Mahasiswa Universitas Indonesia (SM-UI), saat ini BEM, untuk menyatukan langkah jelang Reformasi 1998.

Sejak dimulainya krisis moneter di Indonesia sejak 1996 yang berpuncak pada lengsernya Soeharto pada 1998, banyak kasus kebobrokan penyelenggaraan negara yang mencuat, seperti korupsi dana Jamsostek dan korupsi Tambang Emas Busang yang melibatkan institusi BUMN  (yang dibongkar di publik pertama kali oleh Ketua Umum Muhammadiyah Amien Rais), yang disikapi dengan beragam aksi protes mahasiswa. Dan para aktivis mahasiswa saat itu tampaknya sudah memprediksi bahkan berupaya menggulingkan rezim Orde Baru jauh sebelum Mei 1998.

Selepas materi simulasi unjuk rasa dalam OPT, di tingkat selanjutnya, dalam berbagai agenda training atau pelatihan kepemimpinan mahasiswa di tingkat fakultas atau universitas, diselipkan materi bentuk perlawanan sipil, salah satunya civil disobedience atau pembangkangan sipil.

Dalam catatan sejarah dunia, salah satu aksi pembangkangan sipil terbesar dan tersukses di dunia adalah ketika Mahatma Gandhi memimpin jutaan rakyat India melakukan gerakan Hartal dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah kolonial Inggris pada 1940-an.

Kelak, pada 1998, implementasi teori tersebut maujud ketika selama sebulan mahasiswa UI melakukan aksi mogok kuliah dan melancarkan berbagai aksi unjuk rasa baik di dalam kampus maupun turun ke jalan guna mendesak Presiden Soeharto turun.

#IndonesiaTerserah/Sumber: Facebook.com
#IndonesiaTerserah/Sumber: Facebook.com

Dan kini, selepas dua dekade lewat, saya menyaksikan bentuk perlawanan sipil tersebut hadir dalam wujud tagar (hashtag) "Indonesia Terserah". Entah disengaja atau tidak, dari pola dan bentuk yang ada, terlepas dari siapa pun auktor penggeraknya dan operator lapangannya, "Indonesia Terserah", kendati awalnya adalah ungkapan keputusasaan tenaga medis dan nakes terhadap para kovidiot, senyatanya bergulir menjadi bentuk pembangkangan sipil terhadap otoritas kekuasaan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun