Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Komentar Basa-basi, Salahkah?

7 Mei 2020   00:58 Diperbarui: 7 Mei 2020   01:22 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover buku "Kompasiana Etalase Warga Biasa" karya Pepih Nugraha (pendiri Kompasiana)/Sumber: Dokpri - Nursalam AR

Tentu tidak, justru setidaknya kita masih harus bersyukur karena masih ada yang mengapresiasi tulisan kita. Sekalipun komentar itu sekadar basa-basi demi menjaga hubungan pertemanan di Kompasiana. 

Lagipula, secara pragmatis, bukankah basa-basi ataupun serius, setiap komentar itu menambah poin Kompasiana kita? Jadi, santuy aja, Bro!

Dalam hal ini, saya banyak menjumpai banyak tulisan bernas dan aktual namun sepi komentar. Sementara ada banyak lagi tulisan yang biasa-biasa saja, namun komentatornya berlimpah. Di sinilah saya memahami makna marketing (pemasaran) tulisan dan membangun networking (jejaring) penulis.

Dan di sinilah letaknya ilmu ikhlas dan ilmu syukur yang harus kita amalkan lebih kuat.

Ikhlas ketika mendapati kualitas tulisan kita belum mencapai taraf Artikel Utama; ikhlas saat tulisan yang kita kerjakan sekuat tenaga namun predikat Pilihan pun tidak nyantol, dan juga ikhlas saat komentar yang masuk sepi atau sekadar basa-basi. Juga bersyukur saat kita masih bisa menulis dan berbagi di Kompasiana.

Guru ngaji saya berpesan bahwa orang yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia pun akan susah atau bahkan tidak mensyukuri nikmat yang banyak.

Jika komentar basa-basi pun masih tidak disyukuri, hendaklah kita melihat banyak Kompasioner berbakat yang tulisannya terlewat dari komentar atau terlewat untuk dibaca. Jangankan dikomentari, dibaca pun sudah syukur!

Di sisi lain, kita sebagai Kompasioner juga harus introspeksi diri, mengevaluasi diri atau bermuhasabah: Sudahkah kita berkomentar berkualitas untuk tulisan Kompasioner lain?

Jika kita menuntut Kompasioner lain memberikan komentar berkualitas untuk tulisan kita, semestinya, kita sudah terlebih dahulu menunaikan memberikan komentar berkualitas pada lapak Kompasioner lainnya. Karena prinsip resiprokal atau timbal balik itu berjalan sesuai dukungan semesta (mestakung).

Memang idealnya blog sosial seperti Kompasiana itu sarat dengan komentar berkualitas.

Namun, sebagaimana galibnya blog keroyokan yang beranekaragam penulisnya dengan pelbagai karakter dan tingkat pengetahuan yang beragam pula, kita tidak dapat mengendalikan respons orang lain terhadap kita. Justru kitalah yang harus mengendalikan respons kita sendiri. Antara lain, dengan banyak bersabar, bersyukur, dan ikhlas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun