Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terbit PSBB, Darurat Sipil Itu April Mop atau Cek Ombak?

8 April 2020   13:11 Diperbarui: 8 April 2020   14:28 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wacana Darurat Sipil oleh Presiden Jokowi/Sumber: suara.com

Pada Selasa, 7 April 2020, Gubernur DKI Jakarta Dr. Anies Rasyid Baswedan resmi mengumumkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk penanganan wabah COVID-19 di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang efektif berlaku per 10 April 2020.

Sebelumnya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan surat keputusannya per 6 April 2020 telah menyetujui permohonan pengajuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk pemberlakuan PSBB yang berlaku selama 14 hari ke depan.

Permohonan Jakarta itu sendiri tidak mulus langsung disetujui Istana, karena sehari sebelumnya terlebih dahulu ditolak Kementerian Kesehatan dengan alasan prosedural administratif.

Pernyataan resmi Gubernur Anies Baswedan tentang penerapan PSBB tersebut seakan menjadi akhir drama perdebatan wacana lockdown atau karantina wilayah antara Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat selama dua bulan terakhir.

Wacana lockdown atau karantina wilayah berdasarkan UU NO. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang sebelumnya diusulkan Anies tegas ditolak oleh pemerintah pusat.

Pemerintah Pusat dalam penanganan persebaran virus Korona lebih memilih langkah calm down atau slow down, yang dianggapnya relatif tidak terlalu berdampak ekonomis besar, dengan wacana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang juga merupakan alternatif tindakan kekarantinaan kesehatan selain karantina wilayah yang diatur dalam legislasi yang sama.

Sejatinya PSBB atau formalisasi social distancing itu sudah terlebih dahulu dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta jauh sebelum diputuskan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk pembatasan kegiatan bagi berbagai kalangan masyarakat di DKI Jakarta termasuk untuk bersekolah, bekerja, beribadah di rumah ibadah, dan kegiatan sosial lainnya seperti resepsi pernikahan, pengajian atau acara perkumpulan akbar lainnya.

Pada 30 Maret 2020, sebagaimana dikutip banyak media nasional dan internasional, Presiden Jokowi tegas menyatakan dalam rapat terbatas tentang laporan Gugus Tugas COVID-19 di Istana Negara, "Saya minta kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, physical distancing, dilakukan dengan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi. Tadi sudah saya sampaikan, perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil."

Wacana ikutan Darurat Sipil inilah yang memicu protes keras dari berbagai kalangan, terutama para pegiat dan aktivis Hak Asasi Manusia, yang dalam hal ini diwakili oleh Komite Nasional Hak Asasi Manusia dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia, yang menganggap rezim Jokowi menunggangi isu COVID-19 untuk memperkuat kekuasaannya.

Wacana Darurat Sipil oleh Presiden Jokowi/Sumber: suara.com
Wacana Darurat Sipil oleh Presiden Jokowi/Sumber: suara.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun