Indonesia berduka. Ibunda Presiden Joko Widodo (Jokowi), Hajjah Sudjiatmi Notomihardjo wafat di Solo, Jawa Tengah, pada hari Rabu, 25 Maret 2020 dalam usia 77 tahun karena sakit kanker tenggorokan, yang menurut keterangan resmi dari Jokowi, telah diderita ibunya sejak empat tahun silam.
Sebagai putera sulung Hj. Sudjiatmi, selepas berpulangnya sang ibunda, akankah Jokowi seperti ayam kehilangan induk?
Dalam makna harfiah terkait konteks hubungan ibu dan anak, jelas iya. Jokowi jelas kehilangan sang induk tersayang, yakni Bu Hajjah Sudjiatmi yang telah melahirkan dan mengasuhnya. Namun, dalam pengertian konotatif frasa tersebut yakni "keadaan bingung atau tak menentu karena kehilangan tumpuan", hanya waktu yang akan membuktikan.
Banyak pemimpin Indonesia yang tampak limbung selepas kepergian orang-orang terkasihnya. Mantan penguasa Orde Baru, Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun, tampak rusuh hati dan sering muram, yang konon disinyalir mengakibatkan beliau tidak fokus menjalankan roda pemerintahan, setelah kematian istri tercintanya, Siti Hartinah yang akrab dipanggil Bu Tien Soeharto, pada 1996. Dua tahun sebelum sang jenderal besar diturunkan dari takhtanya oleh gerakan Reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa pada 1998.
Mantan presiden Indonesia hasil pemilu langsung pertama, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga terlihat bersemak hati alias bingung dan gelisah setelah wafatnya sang istri, Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono), pada 1 Juni 2019 dan disusul dengan berpulangnya sang ibundanya, Siti Habibah, pada 30 Agustus 2019.
Demikian juga mantan presiden Megawati yang kehilangan sang suami, Taufieq Kiemas, pada 2013. Saat itu, mantan presiden perempuan pertama Indonesia itu sempat menepi dari hiruk pikuk politik selama sekian waktu. Taufieq Kiemas yang juga mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), yang dulu berafiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Bung Karno, ayah Megawati, memang tak sekadar suami belaka bagi seorang Megawati Soekarnoputri. Ia juga seorang penasihat politik sekaligus mentor politik Megawati yang pada awalnya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.
Yang terakhir, almarhum BJ Habibie yang kehilangan sang belahan hatinya, Ainun Hasri Habibie, pada 2010. Mantan presiden Indonesia pertama pasca-Orde Baru ini bahkan demi mengobati rindunya pada sosok sang istri menelurkan beberapa buku, yang menurutnya adalah hasil terapi menulisnya, Â yang didedikasikan bagi sang istri. Beberapa buku tersebut kemudian sukses diangkat ke layar lebar dengan jumlah penonton yang fenomenal.
Entahlah, tentang perkara ini, tentu hanya Tuhan, Jokowi dan keluarga terdekatnya yang mengetahuinya.
Namun, di sisi lain, sebagai yatim semenjak wafatnya sang ayah, Widjiatno, pada tahun 2000, Jokowi justru tumbuh sebagai -- apa yang disebut Malcolm Gladwell---"eminent orphan" (anak yatim yang terkenal).Â
Fenomena serupa, yang menurut Malcolm Gladwell, juga ada pada beberapa presiden Amerika Serikat, termasuk Barrack Obama, yang juga ditinggal wafat sang ayah pada usia muda. Tentu hal ini tidak terlepas dari pengasuhan mendiang Hajjah Sudjiatmi sebagai ibunda Jokowi.
Sebagai warga bangsa Indonesia, terlepas dari perbedaan pandangan politik yang ada, saya pribadi tidak menginginkan Jokowi dalam posisinya saat ini mengalami masa kesedihan, kegalauan atau kegelisahan yang mendalam dan berkepanjangan laksana "ayam kehilangan induknya" di tengah kondisi permasalahan multi-dimensi yang mendera bangsa Indonesia sekian tahun terakhir.
Bagaimana pun kualitas kepemimpinan Jokowi selama enam tahun terakhir ini, sebagai bangsa, kita masih memerlukannya sebagai pemimpin tertinggi dalam struktur pemerintahan negara ini guna menghadapi perang akbar terhadap pandemi COVID-19, belum lagi menyebut defisit perekonomian negara, belitan korupsi, narkoba dll.
Negeri ini butuh kepemimpinan yang serius, tegas, dan terfokus demi kemenangan melawan virus laknat yang telah menginfeksi ribuan anak bangsa serta menewaskan puluhan jiwa ini. Tiada waktu berduka yang berkepanjangan, dan tidak layak saling berselisih dan menelikung di saat bangsa ini perlu saling bekerja bersama guna meredam dampak dahsyat akibat serangan virus Korona.
Namun memang banyak kalangan yang meramalkan kekuasaan Jokowi akan berakhir dengan su'ul khotimah (akhir yang buruk) sebagaimana Soeharto yang tumbang selepas kematian Bu Tien. Jokowi yang diramalkan akan laksana ayam kehilangan induk akibat kesedihan mendalam selepas wafatnya sang ibunda tercinta akan tidak fokus memerintah dan kemudian turun sebelum periode jabatan keduanya berakhir.
Tentang hal ini, segalanya terpulang pada Tuhan yang Mahakuasa. Dan waktu yang kelak akan membuktikan.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Â
Jakarta, 26 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H