Tidak. Nama asli sang tokoh miliarder kikir itu dalam komik versi bahasa Inggris adalah Scrooge McDuck atau Uncle Scrooge (disimbolkan dengan "Uncle $crooge"). Konon nama "Gober" diambil dari nama tokoh tersebut dalam komik Donal Bebek versi bahasa Belanda.
Demikian juga nama ketiga keponakan Donal Bebek yang asli Huwey, Dewey, dan Louie dilokalkan menjadi Kwik, Kwek, dan Kwak. Atau sang ilmuwan superpintar namun pelupa atau linglung, Profesor Lang Ling Lung, yang nama aslinya adalah Gyro Gearloose. Deretan nama tersebut tentu lebih terasa Indonesia banget dan lebih familiar bagi masyarakat Indonesia.
Lantas mengapa pelokalan dilakukan?
Yang terutama adalah membangun kedekatan publik dengan objek tertentu. Prinsipnya, semakin orang merasa dekat dengan sesuatu hal yang tidak asing baginya, akan semakin mudah hal tersebut dipahaminya.
Dalam konteks implementasi kebijakan pencegahan penyebaran COVID-19, penggunaan istilah yang dilokalkan akan mengkongkretkan suatu konsep yang abstrak menjadi lebih bersifat teknis implementatif. Diasumsikan istilah "jaga jarak aman" akan lebih dipahami secara teknis alih-alih "pembatasan fisik" yang terkesan abstrak.
Nah, dalam kerangka itulah kita dapat memahami mengapa pemerintah cenderung memadankan istilah physical distancing dengan "jaga jarak aman".
Bagi masyarakat awam, selain mereka akan merasa lebih familiar, juga cenderung mengasosiasikannya dengan sesuatu yang dekat dalam kehidupan mereka. Misalnya, dengan tulisan peringatan "jaga jarak aman" yang biasa terpasang di bak atau bemper truk guna menghindari tabrakan dengan kendaraan di belakangnya.
Alhasil, diasumsikan masyarakat akan mengukur sendiri jarak aman posisi mereka di tempat keramaian atau di tempat umum dengan orang-orang di sekitarnya dalam rangka menghindari tertular virus Korona.
Â
Jakarta, 25 Maret 2020
Referensi: kompas.com