Pada bulan Maret 2020, Urban Dictionary resmi merilis kata "Covidiot" yang definisinya "(relating to the 2020 COVID-19 virus) Someone who ignores the warnings regarding public health or safety. A person who hoards goods, denying them from their neighbors."
Istilah "Covidiot" ini yang merupakan gabungan dari "COVID-19" dan "Idiot" adalah untuk mendefinisikan (1) orang-orang yang mengabaikan seruan social distancing (pembatasan sosial), yang tetap berkeliaran di luar rumah selain untuk urusan darurat atau urgen; dan (2) para penimbun bapokting (bahan kebutuhan pokok dan barang penting) di saat panic buying (pembelian massal) selama mewabahnya virus Korona.
Terkait istilah tersebut, Ibnu Wahyudi, salah seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (dahulu namanya Fakultas Sastra Universitas Indonesia), melalui akun Facebook, mengusulkan istilah pelokalan "Koronorak" (gabungan dari "Korona" dan "Norak") sebagai bentuk padanan untuk "Covidiot".Â
Kalangan pemerhati dan praktisi bahasa, termasuk garda penerjemah, menyambut gembira bentuk padanan dalam bahasa Indonesia tersebut. Setidaknya terlihat dari banyaknya postingan sang dosen tersebut diagih atau dibagikan (share) di media sosial, hingga mampir di salah satu grup Whatsapp (WA) penerjemah yang saya ikuti.
Laboratorium Leksikologi dan Leksikografi FIB UI sendiri, dari postingan yang beredar media sosial, memperkenalkan istilah "kovidungu" untuk padanan "Covidiot".
Sebagai praktisi dan konsultan bahasa, saya punya beberapa catatan mengenai padanan-padanan istilah tersebut.
Pertama, istilah "Koronorak" yang merupakan gabungan dari "Korona" dan "Norak" dan juga "Kofidungu" menyalahi aturan pola kalimat Diterangkan-Menerangkan (DM) dalam struktur bahasa Indonesia, lebih cenderung mengekor pola Menerangkan-Diterangkan (MD) yang lazim dikenal dalam struktur bahasa Inggris. Jika taat pola, semestinya "Norakor" (Norak Korona) atau "Novikor" (Norak Virus Korona).
Kedua, istilah "Koronorak" tidak mewakili unsur ketegasan yang terkandung dalam istilah "Covidiot" yang justru terkesan sangat tegas dan keras. "Norak" dan "Idiot" punya makna dan laras (nada) yang jauh berbeda. Sementara "dungu" sendiri sudah pas dan tepat makna.
Dalam KBBI, "norak" didefinisikan sebagai "(1) merasa heran atau takjub melihat sesuatu; (2) sangat berlebih-lebihan; kurang serasi (tentang dandanan dan sebagainya); kampungan". Sementara "idiot" didefinisikan sebagai " (1) taraf (tingkat) kecerdasan berpikir yang sangat rendah (IQ kurang dari 20); daya pikir yang lemah sekali; tunagrahita".
Dalam versi bahasa Inggris sendiri, menurut Webster's American English Dictionary, "Idiot" adalah "mentally retarded or foolish person".
Ketiga, Dari perspektif lain, saya memahami maksud sang dosen tersebut. Sebagai bentuk pelokalan (localization) bahasa, tentu ada pertimbangan budaya selain niatan mengejar kesamaan bunyi awal antara "Covidiot" dan "Koronorak" atau "Kofidungu".