Kalangan pekerja kantoran tentu akrab dengan yang namanya Office Boy (OB) (atau Office Girl, jika perempuan).
Ya, dahulu sebutannya "pesuruh kantor". Lebih jadul lagi, sebutannya "opas". Tapi, dari zaman kolonial sampai zaman milenial sekarang ini, tugasnya itu-itu saja, yakni mengurus keperluan kantor.Â
Mulai dari menjaga kantor, bersih-bersih kantor, memfotokopi atau mengantarkan dokumen, membuat minuman atau membelikan atau mengantarkan makanan bagi karyawan, hingga memperbaiki peralatan kantor yang rusak, semisal mesin fotokopi atau AC.
Beruntunglah di era milenial kini, sebagian tugas mereka, seperti menjaga kantor, membelikan makanan dan mengantarkan dokumen atau memperbaiki peralatan rusak, sudah banyak diambil alih satpam, kurir, dan pengojek online (ojol) atau petugas reparasi panggilan. Kendati belum semua kantor menerapkannya. Masih ada yang membebankan tugas multi-fungsi atau sapu jagat seperti di atas kepada kalangan pekerja yang dianggap kelas bawah ini.
Oleh karena itu, biasanya dalam struktur organisasi perusahaan, OB ditempatkan di bagian urusan umum atau General Affairs Department, istilah kerennya. Tugas umum, untuk kepentingan umum (baca: keperluan seluruh penghuni kantor), dan gajinya umum-umum saja (baca: sesuai Upah Minimum Regional atau UMR), bahkan tergolong rendah, atau di bawah UMR.
Sebagai karyawan di jenjang terendah, tak jarang mereka diperlakukan rendah pula, seperti dimaki-maki jika kerjaan tak beres sedikit; gaji dibayarkan paling terakhir atau yang duluan di-PHK jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Sudahlah gaji rendah, perlakuan yang diterima pun rendah.Â
Tidak di-uwongke, dalam istilah bahasa Jawa, atau tidak "diorangkan" alias tidak diperlakukan secara terhormat sebagaimana perlakuan selayaknya untuk manusia bermartabat.
Ada sekelumit kisah menarik terkait hal tersebut, yang saya baca dari salah satu kisah bijak para sufi.
Suatu ketika berlangsunglah rapat akbar organ-organ tubuh. Segenap organ tubuh hadir dan berkumpul untuk membahas agenda pengangkatan ketua.
"Pilihlah saya! Karena saya, manusia dapat melihat!" Mata mulai berkampanye.