Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rutinkan yang Baik, Perbaiki yang Rutin

8 Maret 2020   18:28 Diperbarui: 8 Maret 2020   18:44 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu sewaktu saya masih aktif bekerja di kantor Aris Nugraha Production (ANP) sebagai anggota tim kreatif (penulis skenario) sinetron komedi (sitkom) The Coffee Bean Show (TCBS) yang tayang di salah satu stasiun TV swasta di Jakarta pada 2006-2007, Mas Aris Nugraha (kreator dan sutradara Bajaj Bajuri dan Preman Pensiun serta Tukang Ojek Pengkolan) mewajibkan setiap anggota tim menyetorkan sepuluh ide atau sinopsis cerita setiap harinya. Kendati biasanya hanya dipilih satu dua ide atau sinopsis terbaik dari setiap anggota tim.

Alhasil, setiap hari kami harus berpikir keras cari ide kreatif. Awalnya berat, namun lama kelamaan lancar mengalir laksana air banjir. Bahkan, kadang terasa hambar atau ada yang hilang jika kita tidak melakukan hal itu.

Kini, setelah lama vakum menulis dikarenakan kesibukan kerja sebagai konsultan bahasa dan penerjemah dokumen hukum, saya coba menerapkan kembali kiat sang mentor saya itu sejak beberapa bulan terakhir dengan rutin menulis minimal satu postingan setiap harinya di blog pribadi, termasuk di Kompasiana, dengan tema apa pun. Setidaknya untuk menggerakkan kembali otot menulis yang kaku dan mencairkan otak yang beku.

Syukur-syukur jika ada yang mendapat manfaat dari postingan-postingan saya tersebut. Alhamdulillah jika ada, karena, dalam keyakinan saya sebagai Muslim, itu akan dihitung sebagai sedekah jariyah (yang mengalir) selepas kepergian saya kelak.

Hasilnya?

Dua bulan awal terasa berat. Untuk hasilkan tulisan sebanyak 500 kata saja, harus butuh waktu minimal sepekan sampai bisa diposting. Saat ini, tepatnya per Maret 2020, alhamdulillah, setidaknya setiap hari saya bisa posting satu tulisan. Jika pun tulisan atau artikel itu berbuah status Pilihan atau Artikel Utama (Headline) atau page views yang tinggi di Kompasiana, saya anggap itu bonus. Jika sampai sukses sabet K-Rewards, itu bonus ekstra!

Orang bijak bilang manusia adalah budak kebiasaannya. Kebiasaan adalah perbuatan atau perilaku yang diulang-ulang sehingga menjadi suatu hal yang bersifat rutin atau rutinitas.

Dalam buku legendaris karya Stephen Covey berjudul 7 Habits of Highly Effective People (1993) atau, dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, diungkapkan bahwa menabur gagasan akan menuai perbuatan; sementara menabur perbuatan akan menuai kebiasaan, dan menabur kebiasaan akan menuai karakter, serta menabur karakter akan menuai nasib.

Contohnya, sejak saya rutin mengaji Al-Qur'an dengan target satu juz sehari, lewat grup ODOJ (One Day One Juz) sejak beberapa tahun lalu, alhamdulillah, khataman Al-Qur'an 30 Juz sebulan jadi enteng. Juga termasuk membaca Surah Al-Kahfi rutin saban Jumat, juga Yasinan jika sempat.

Intinya, seperti prinsip Kaizen dari Jepang, rutinkan yang baik, dan perbaiki yang rutin, agar kita dapat mengoptimalkan kemampuan dan meraih keunggulan secara optimal.

Dalam konteks menulis, rutinkan menulis yang baik, dan perbaiki yang rutin dengan meningkatkan kualitas tulisan dengan kualitas pengetahuan kita yang lebih baik. Artinya, kita harus lebih banyak lagi membaca, baik berupa buku maupun dengan diskusi dengan teman-teman atau kolega yang lebih berilmu dan berwawasan di bidangnya.

Aristoteles, sang mahaguru dan filsuf dari Yunani berkata, "Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang.  Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan."

Sesuai pengalaman saya dan banyak orang, saya yakin itu bukan hal yang mudah. Menjaga konsistensi adalah suatu bab perjuangan tersendiri.

Stephen Covey sendiri menguraikan bahwa kebiasaan itu terdiri dari tiga aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan keinginan.

Aspek pengetahuan itu mencakup apa yang harus dilakukan. Sementara aspek keterampilan meliputi bagaimana cara melakukannya, dan aspek terakhir yakni keinginan adalah tentang motivasi atau keinginan untuk berubah.

Nah, faktor motivasi inilah yang kerap turun naik sesuai mood atau perasaan kita, yang kerap membuat kita lalai atau tak mampu mencapai target yang kita tetapkan sendiri untuk apa pun yang kita lakukan.

Kuncinya, lagi-lagi menurut sang mahaguru motivator dunia itu, terletak pada keyakinan kita pada prinsip utama yang melandasi kebiasaan tersebut. Ibarat bangunan, prinsip utama yang merupakan fondasi bangunan harus kokoh agar sanggup menopang keseluruhan bangunan. Karena makin tinggi atau makin besar  sebuah bangunan, maka fondasinya juga harus besar dan kuat juga.

Misalnya, jika fondasi utama kebiasaan menulis kita di Kompasiana adalah sebatas keinginan mencari hadiah atau bonus K-Rewards (bounty hunter), tentu kita akan mudah mutung atau gampang jengkel jika ternyata artikel kita sepi pembaca atau ternyata tak kunjung tinggi page views-nya kendati sudah begadang semalaman menulisnya, atau ternyata tak terpilih di antara ratusan Kompasioner lainnya yang mumpuni kemampuan menulisnya.

Namun jika fondasi utamanya adalah sharing and connecting, berbagi dan silaturahmi, sebagaimana cogan atau semboyan Kompasiana sejak awal berdiri, tentu jauhlah kita dari sifat putus asa jika tulisan kita tak menjumpai takdir terbaiknya sebagaimana yang kita idamkan.

Niscaya ada dan akan ada manfaat lain yang dapat kita petik dari semesta ini atas setiap kebiasaan atau rutinitas baik kita.

Sebagai Kompasioner yang bergabung sejak 2010 atau sedekade silam, kendati lebih banyak sebagai dormant writer, saya tahu ada banyak Kompasioner senior atau terdahulu yang benar-benar mengawali karier kepenulisannya dari nol di Kompasiana, hingga bisa menerbitkan banyak buku di beberapa penerbit besar, menjadi influencer masyhur, termasuk profil mereka tampil di harian Kompas atau media besar lainnya sebagai sosok penulis dan narablog (blogger) kondang. Itulah yang dapat kita jadikan sebagai pemacu untuk aktif menulis.

Jika pun sebagian dari mereka kini tidak lagi aktif menulis atau blogging di Kompasiana, itu juga tetap merupakan contoh bagi kita bahwa konsistensi dan perbaikan mutu itu tak bisa hanya sehari dua hari, lebih merupakan proses kontinyu yang berjalan terus. Seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Yang penting, tetap jalan terus, apa pun kondisinya. Jangan sampai mogok atau mandek.

Yuk, rutinkan yang baik, perbaiki yang rutin!

 

Jagakarsa, 8 Maret 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun