Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Begal Payudara, Sadisme atau Hiperbolisme?

7 Maret 2020   18:03 Diperbarui: 8 Maret 2020   14:03 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini tersiar kabar terjadinya beberapa kasus begal payudara di beberapa kota di Indonesia, antara lain di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Sebagian pelakunya berhasil ditangkap, sementara sejumlah kasus lainnya masih kabur alias belum diketahui kelanjutan kabar penanganan kasusnya.

Ketika pertama kali membaca istilah "begal payudara", saya bergidik.

Dalam bayangan saya, ini jelas suatu sadisme. Para pelakunya tentu sangat tega hati hingga melakukan penganiayaan dan perusakan fisik dengan memutilasi anggota tubuh korbannya tersebut. Tak kalah sadisnya dengan kawanan begal sepeda motor yang sering menganiaya korban pembegalannya hingga luka parah atau bahkan meninggal dunia.

Tapi ternyata tidaklah seseram itu.

Mari kita analisis satu per satu.

Pengertian "begal" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) serupa dengan "penyamun". Sementara perbuatannya, yakni "pembegalan" didefinisikan KBBI sebagai "proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan; penyamunan".

Sementara "samun" adalah "rompak; rampok; rampas".

Jika kita pilih lema "rampok", maka pengertiannya versi KBBI adalah "orang yang mengambil dengan paksa dan kekerasan barang milik orang lain", dan "rampas" adalah "mengambil dengan paksa atau dengan kekerasan".

Sementara "merampas" adalah "(1) mengambil dengan paksa (kekerasan); (2) menyamun; membegal; menyabot, dan (3) menyita".

Jika kita teruskan mengulik sinonimnya, seperti "sabot", maka didapatlah pengertian "sabot" atau "menyabot" adalah "(1) menggagalkan usaha atau tindakan orang lain dengan sengaja; (2) merusakkan atau menghancurkan barang atau benda yang dapat merugikan pihak lawan".

Lantas, "payudara" yang merupakan objek penderita dalam pengertian linguistik adalah "buah dada; susu; tetek".

Sejatinya, yang terjadi dalam "pembegalan payudara" atau apa yang dilakukan para "begal payudara" adalah tindakan pelecehan seksual berupa peremasan payudara atau buah susu atau tetek para korbannya, yang semuanya adalah kaum wanita.

Hal ini terlepas dari apakah status "wanita" atau "perempuan" yang disandang para korban adalah status alamiah atau suatu transformasi identitas kependudukan. Ini juga terlepas dari apakah objek yang diremas atau dilecehkan itu produk alamiah sejak lahir atau hasil operasi buatan.

Berdasarkan modus operandinya, dalam tindakan "pembegalan payudara", apakah objeknya diambil dengan paksa atau dengan kekerasan? Atau dirampas atau disita? Atau dirusakkan atau dihancurkan?

Tentu tidak, objek tersebut tetap utuh secara fisik, namun yang rusak atau terluka adalah rasa kehormatan atau harga diri para korbannya, yang rata-rata mengalami shock atau guncangan kejiwaan.

Dengan demikian, sesuai pembahasan tersebut, istilah "begal payudara", kendati termaktub dalam Wikipedia, jelas sangat tidak tepat makna, menyesatkan, dan bahkan suatu hiperbolisme yang kelewat batas.

Sebut saja para pelaku tindak kejahatan itu sebagai "peremas payudara" atau "peleceh payudara".

Karena salah satu makna "peleceh" adalah "orang yang suka meremehkan (merendahkan) orang lain" dan perbuatannya yakni "pelecehan" atau "melecehkan" bermakna "memandang rendah (tidak berharga); menghinakan; mengabaikan".

Namun, jika dirasa istilah "peremas payudara" atau "peleceh payudara" bagi kalangan media di Indonesia dianggap terlalu konservatif atau biasa-biasa saja, sementara niat awal mereka memunculkan istilah "begal payudara" adalah agar dalam benak publik tertanam asosiasi bahwa tindak kejahatan para pelaku begal payudara juga tak kalah mengerikan atau sadisnya seperti para pembegal sepeda motor, maka semestinya mereka bisa lebih kreatif menciptakan suatu istilah baru yang dramatis atau eye-catching namun tetap tepat makna dalam konteks bahasa Indonesia.

Dalam hal ini, bisa saja kita gunakan istilah "perogol payudara".

Dalam bahasa Melayu Malaysia, istilah "perogol" atau "rogol" mengacu pada pelaku pemerkosaan atau pemerkosa dan tindakan pemerkosaan.

Dan kata "rogol" sendiri, yang berasal dari khazanah bahasa Melayu yang juga merupakan sumber bagi bahasa Indonesia, juga bukan suatu kata asing, karena dapat ditemui dalam KBBI, tidak hanya dalam Kamus Dewan (KBBI-nya Malaysia).

Bukankah apa yang dilakukan para "begal payudara" itu adalah tindakan pemerkosaan juga?

Mereka memang tidak mengambil atau merampas atau menyita atau merusak serta menghancurkan objek yang dimiliki para korbannya, tetapi mereka "mengambil manfaat" secara paksa atau tanpa izin dari para korban atas objek tersebut. Sama seperti yang dilakukan para pemerkosa dalam tindakan pemerkosaan.

"Perkosa" dan "memerkosa" dalam KBBI didefinisikan sebagai "(1) menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol, (2) melanggar (menyerang dsb) dengan kekerasan".

Nah, klop kan?

Alhasil, mulai sekarang sebut saja para "begal payudara" itu sebagai "perogol payudara". Unik, jitu, dramatis, tetapi tetap tepat makna dan tidak menyesatkan.

Jakarta, 7 Maret 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun