Stigma lawas bahwa pria yang suka bersolek atau memperhatikan perawatan kulit atau perawatan diri identik dengan pria tulang lunak, melambai atau kaum LGBT (Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender) tampaknya mulai memudar di era medsos ini. Berkat pengaruh media sosial, tuntutan bersolek atau minimal memperbaiki penampilan diri di kalangan pria tak lagi ranah eksklusif niche pria metroseksual, yang secara sempit merujuk pada kalangan menengah ke atas, mapan, bermobil, mandiri, dan berpikiran liberal. Jangkauannya melebar, melintasi batas segmen-segmen lainnya, termasuk juga lintas strata sosial ekonomi.
Terlebih lagi dengan keberadaan isu lingkungan hidup global, yang kian dipedulikan publik, seperti pencemaran atau polusi udara. Polusi udara karena kerusakan lingkungan, misalnya, berperan besar terhadap menurunnya kualitas penampilan diri, dalam hal ini kulit dan wajah, terutama bagi para pria pekerja di daerah urban atau perkotaan. Lebih spesifik lagi, para pria pengendara motor, yang nota bene mayoritas kalangan menengah ke bawah, yang jumlahnya sangat signifikan. Harus diakui bahwa bersepeda motor adalah salah satu solusi populer bagi problem kemacetan yang merupakan masalah klasik daerah metropolitan atau urban.
Segmen pria pemotor, karena tuntutan kebersihan atau penampilan atau tuntutan karier, tentu memerlukan produk pembersih wajah, produk perawatan kulit atau skincare (terutama kulit wajah) dan produk kosmetik yang dapat digunakan selepas berkendara.
Dalam hal ini, para pelaku industri kosmetik pun sigap menangkap peluang cuan ini dengan tekun membombardir publik dengan deretan produk dan iklan kosmetik bagi para pemotor, atau pria secara umum, yang lebih menonjolkan aspek kejantanan, ketampanan atau kesuksesan karier dengan tampilan kulit wajah yang terawat, bersih dan sehat. Â
Hasilnya, dalam catatan majalah Marketing, tercermin pada suatu survei pemasaran yang menengarai bahwa penjualan kosmetik di wilayah urban atau perkotaan tumbuh 9,4 persen per tahun di paruh pertama 2013 yang perlu dilihat dalam kerangka tren kenaikan penjualan produk kosmetik dan perawatan wajah dan tubuh termasuk untuk segmen konsumen pria selama sedasawarsa terakhir ini.
Harus diakui, sebagai anti-tesis dari stigma atau mitos baheula bahwa pria macho harus berjarak dari kosmetik atau tak perlu merawat diri, telah muncul pencitraan atau persepsi kekinian, terlepas dari tudingan komersialisasi gender atau komodifikasi persepsi semu, bahwa untuk menjadi lelaki macho atau sejati, tak perlu harus berseteru dengan skincare atau produk perawatan kulit atau perawatan diri. Justru, meminjam semboyan nasional negara jiran kita yakni Malaysia, "bersekutu tambah mutu".
So, pria ber-skin care? Kenapa malu?
Jaksel, 15 Februari 2020
Baca Juga:Â Skincare Routine untuk Kaum Laki-laki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H