Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pria dan Skincare, Seteru atau Sekutu?

15 Februari 2020   20:16 Diperbarui: 12 April 2021   11:29 3015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini pertanyaan tersebut di atas sepertinya tidak relevan lagi. Namun, sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita ulik datanya terlebih dahulu.

Dikutip dari majalah Marketing (salah satu imprint Kelompok Kompas Gramedia) Edisi 11/XIX/November 2019, berdasarkan data Nielsen pada 2018, pasar produk kecantikan tumbuh sebesar 7 persen dengan nilai pasar (market value) sekitar Rp40 triliun. Sebelumnya, berbasis data Beauty Market Survey (2016), nilai industri kosmetik nasional per 2016 tercatat mencapai Rp36 triliun, naik 2 persen dibandingkan dengan tahun 2015, dan rata-rata tumbuh 12 persen per tahun.

Data Euromonitor International juga mengonfirmasikan bahwa negara-negara berkembang termasuk Indonesia berkontribusi sebesar 51 persen terhadap industri kecantikan global. Sementara, dari data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, pada 2019, Indonesia telah menjadi pasar pertumbuhan utama industri kecantikan dan, dari sumber lain, merupakan pasar ketiga terbesar di benua Asia. 

Dan, menurut Presiden Direktur L'oreal Indonesia Umesh Phadeke (2017), selama sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan industri kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia rata-rata tumbuh dua digit dan per 2020,  industri kecantikan di Indonesia diperkirakan meraih pertumbuhan terbesar di antara negara-negara lainnya di Asia Tenggara.

Kenaikan permintaan produk kecantikan dan perawatan di Indonesia tersebut terdongkrak secara signifikan oleh produk perawatan rambut (37%), produk perawatan kulit atau skincare (32%), dan tata rias atau make up (10%). Dilansir oleh Euromonitor International dengan laporan bertajuk The Future of Skincare, Indonesia merupakan penyumbang terbesar kedua dari nilai pasar global untuk pertumbuhan produk perawatan kulit (skincare) sebesar US$2 miliar pada 2019 atau 33 persen dari total nilai pasar kecantikan dunia.

Pertumbuhan pasar ini, menurut kajian para pakar, dipengaruhi oleh enam faktor utama:

  1. peningkatan tingkat kesejahteraan ekonomi Indonesia
  2. tata rias atau make up yang semakin menjadi bagian dari gaya hidup perempuan baik karena faktor pengaruh media sosial atau paparan (exposure) dari para beauty vlogger atau beauty influencer maupun faktor persaingan sosial (karier, pergaulan, dll)
  3. jumlah populasi perempuan Indonesia yang lebih dari 130 juta jiwa (dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia)
  4. peningkatan jumlah pria Indonesia, khususnya di wilayah urban atau perkotaan, yang membeli dan menggunakan produk kosmetik dan perawatan tubuh
  5. besarnya populasi penduduk Indonesia dengan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) yang meningkat yang mengindikasikan terjadinya peningkatan populasi kelas menengah secara strata sosial ekonomi
  6. loyalitas pasar, di mana perempuan Indonesia cenderung tetap akan membeli produk kosmetik dan kecantikan meskipun terjadi krisis moneter, resesi atau perlambatan ekonomi nasional.

Fenomena ini persis sebagaimana digambarkan lewat guyonan khas beberapa etnis di Indonesia, "lebih baik kalah nasi daripada kalah aksi" atau "biar tekor asal nyohor".

Beberapa faktor lainnya yang patut diperhatikan adalah antara lain kehadiran generasi langgas atau milenial yang punya gaya hidup atau lifestyle termasuk pola konsumsi tersendiri, termasuk dalam tingkat konsumsi kosmetik, dan juga faktor masifnya eksposur teknologi digital (baca: Internet dan media sosial). Dengan adanya Youtube, misalnya, penetrasi pemasaran produk kosmetik dan perawatan diri pun meluas ke wilayah rural atau perdesaan. Hal ini tercermin pada hasil survei penjualan yang dilansir majalah Marketing yang mencatat lonjakan penjualan produk kosmetik sebesar 27,5 persen di wilayah perdesaan pada dua tahun terakhir ini.

Baca Juga: Memangnya Kenapa Kalau Lelaki Memakai Skincare?

Faktor terakhir yang juga patut dikemukakan adalah faktor dukungan politik dari pemerintah dan parlemen Indonesia terhadap industri kosmetik dan kecantikan nasional dengan penetapan industri kosmetik sebagai salah satu industri andalan perekonomian Indonesia melalui produk legislasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 14/2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPN) tahun 2015-2035.

Tampaknya hal ini didasarkan pada fakta betapa strategisnya peran industri kosmetik nasional dengan populasi Indonesia yang terbesar keempat di dunia dan terbesar pertama di Asia Tenggara serta keberadaan 750 perusahaan kosmetik berskala kecil, menengah hingga besar di seluruh Indonesia yang menyerap 75 ribu tenaga kerja langsung dan 600 ribu tenaga kerja tidak langsung (data Kementerian Perindustrian Indonesia tahun 2018). Sementara, di sisi lain, 70 persen merek kosmetik di Indonesia masih didominasi oleh merek-merek impor atau asing. Oleh karena itu, pertumbuhan industri dan merek kosmetik lokal atau dalam negeri harus terus didorong dan dipacu agar tak tumbang dalam persaingan pasar.

Alhasil, inilah realitas era Beauty 4.0 yang, menurut para pelaku industri kosmetik dan kecantikan, ciri utamanya adalah tumbuhnya kebutuhan masyarakat untuk tampil sempurna tidak hanya untuk eksistensi dan aktualisasi diri di media sosial, tapi juga untuk kehidupan sosialnya yang secara riil juga mendukung pekerjaan, karier, dan kehidupan sosial mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun