Bermula tahun 2014, ia membuat sebuah ide-ide dan gagasan bagaimana memaksimalkan sampah plastik. Kita tahu, setiap kita adalah produsen plastik.
Observasi, atau dalam kamus bahasanya sendiri Kutu Kupret, kudu tentu pelajari dan riset. Perjalanan dimulai saat Edy mencari mentor dan orang-orang yang bisa dijadikan rekan sevisi. Selama perjalanannya, semua orang yang ia temui dianggapnya mentor. Setiap teman adalah guru, setiap tempat adalah sekolah, setiap pengalaman adalah ilmu.
Salah satu sosok yang ia temui ada Ibu Ariyanti Uto, biasa disapa Wak Uto. Wak Uto menjadi sosok perempuan yang penuh inspirasi. Wak Uto ini mampu menggerakkan satu rumah susun di daerah Jakarta Utara, Cilincing. Di mana Wak Uto mampu melestarikan lingkungan satu rusun menjadi mandiri finansial dan memiliki hunian asri dan lestari.
Ia juga bertemu dengan sosok Bapak Baron yang telah menginrpisrasinya, sama-sama memiliki pencapaian untuk memaksimal sampah yang memiliki nilai komoditi. Bersama Bapak Baronlah ia belajar, mencari formula pendekatan yang bisa dilakukan dengan inovasi kreativitas yang cocok dengan generasi millenial.
Terlahirlah, Ebi Bag. Secara umum, Â Ebi Bag menjadi wadah yang ingin merubah sampah menjadi berkah, merubah plastik menjadi antik. Bersama Wak Uto, dan partner lainnya. Edy membuat formula visi misi yang dirasa mampu menyelesaikan sampah plastik solusi di Indonesia.
Secara fisik, Ebi Bag memiliki visi misi menciptakan suatu ekosistem yang ramah lingkungan, namun juga memiliki dukungan finansial yang baik. Dibuatlah lima program misi:
Pertama, Yuk Darling, yuk sadar lingkungan. Sebuah gerakan kampanye yang dilakukan online maupun offline. Seperti mengajak berbagai lini masa komunitas pecinta lingkungan untuk membersihkan sampah plastik di suatu wilayah.
Kedua, meningkatkan produktifitas seorang ibu dari tugas 'kepresidenan'.Ketiga, lingkungan secara otomatis menjadi berkurang terpapar dampak sampah plastik yang mereka hasilkan sendiri.
Ketiga, Polemik, produk olahan Ebi menarik. Merupakan hasil dari kerajinan tangan yang sudah diolah ibu-ibu binaan. Produk tersebut berupa handycraft dari sampah seperti dompet, maupun souvenir untuk penikahan, dan ada juga karikatur untuk cinderamata.
Dan program ini mendapatkan apresiasi oleh Kemendikbud, dan berhasil terpilih sebagai metode pembelajaran berkelanjutuan, sebagai program sistem pendidikan TBM. Dan Ebi Bag pun mendapatkan dukungan beasiswa untuk anak-anak.
Di mana sistemnya adalah produk yang dibeli konsumen menjadi sampah. Lalu dikumpulkan ke perusahaan tersebut, dan diberikan kepada Ebi Bag hingga diolah menjadi aneka kerajinan tangan.