Mohon tunggu...
nursaidr
nursaidr Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime blogger di www.nursaidr.com.

blogger di www.nursaidr.com. Danone Blogger Academy 2 Socmed IG/Tw: @nursaidr_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Siasat Hidup di Era Kebohongan Media dari Berita Hoaks

8 Oktober 2018   20:31 Diperbarui: 9 November 2018   15:15 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, ditergesa-gesaan saya yang telat bangun di minggu pagi untuk mengikuti kelas Danone Blogger Academy 2018 membuat saya harus mandi ala kadarnya saja.  Ya, acara biasa dimulai pukul 08.30 pagi, dan saya baru bangun pukul 08.00. 

Secepatnya, saya bersiap-siap berangkat dengan memesan go jek dan sampai sebelum pukul 08.30 di gedung Cyber 2 lantai 9. Namun, saya harus pergi dengan melupakan map DBA yang berisikan booknote dan buku panduan selama mengikuti Academy Menulis ini.

Sama seperti sebelumnya, satu harian penuh ini saya dan juga 19 peserta blogger dan kompasianer terpilih dari 600an pendaftar akan menjalani serangkaian materi dari kegiatan Academy Menulis DBA Day 2.  

Singkatnya, di hari itu ada 1 materi yang akan diberikan kepada peserta DBA yang bertemakan "How to Handle Hoax in Digital" yang diisi oleh Ibu Rosarita Niken Widiastuti selaku Dirjen Kemenkominfo.

Pada tulisan ini saya belum ingin mencerirtakan pengalaman dan kesan terpilihnya menjadi peserta Danone Blogger Academy di tahun kedua. Mungkin, akan saya bahas nanti dikemudian hari. Ada hal yang lebih membuat jari jemari saya terasa gatal mau menuliskan hal ini sejak lama.

Ya, pastinya saya ingin memberikan ulasan mengenai materi Ibu Rosarita melalui tulisan ini. Tapi, saya tidak akan langsung to the point pada pembahasan beliau. Saya ingin mengajak pembaca jalan-jalan terlebih dahulu dengan istilah lain selain hoax.

Ya, bila mendengar kata hoax, saya selalu terbesit dengan yang namanya istilah Simulacra. Kata ini pertama kali saya dengar dan dapatkan saat mengikuti mata kuliah di kampus. Lalu, saya pun kembali membaca istilah ini pada sebuah novel karya Dee Lestari yang berjudul Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Dan lagi, saya diperjumpakan dengan untaian kata tersebut pada satu tulisan Bernando J. Sujibto yang berjudul Milenialay, Sebuah Tantangan Islam Hibrida.

Pada bacaan terakhir yang saya baca, dijelaskan bahwa simulacra ini merupakan proses menciptakan dari suatu tindakan yang dalam hal tersebut belum tentu orisinil bahkan seperti menciptakan kepalsuan. 

Di kehidupan kita, pada saat saya kuliah dijelaskan kalau simulacra ini biasa dipadankan dengan praktek pembuatan iklan produk. Di mana, pada sebuah iklan berusaha menampilkan barang yang "wah" sehingga menarik simpati penonton untuk membeli. Lalu, setelah membeli apakah akan ekspektasinya sama antara yang ditampilkan di iklan dengan kenyataanya? Tentu tidak sepenuhnya benar. Begitulah simulacra.

Dalam suatu artikel lain, saya menemukan adanya ulasan mengenai hoax dan simulacra yang ditulis oleh seorang kompasianer bernama Hanan Arasy. Hanya saja, pada ulasannya ia tidak hanya membahas simulacra saja. Tetapi, mengerucurtkannya dalam istilah baru bagi saya, yakni Hoax dan Simulacra Media.

Istilah Simulacra Media yang diulas oleh Hanan Arasy ia dapat dari seorang sosiolog ekstrem era 1980 yang bernama Jean Baudrillard. Ia, menggutip salah satu orasi Jean Baudrillard yang berbunyi, "Kita telah berada pada zaman simulasi!" yang mana dijelaskan bahwa saat ini masyarakat telah dikontrol oleh dominasi media.

Dijelaskan kembali, zaman simulai berarti masa di mana kita hidup dalam perkembangan teknologi informasi dan dunia digital yang di dalamnya akan membuat banyak orang harus meraba-raba suatu kebenaran yang nyata dan mungkin semuanya adalah kebohongan.

Pada penjelasan tersebut, bisa dikita bayangkan seksama. Betapa saat ini, akses informasi merajalela di dunia maya dengan mudah masuk atau bahkan dengan mudah ditemukan yang terkadang sulit dibedakan dengan mudah akan kebenarannya. Tak jarang, berita yang didapat tersebut kini diterima dengan mentah-mentah lantaran apa yang disajikan dalam media tersebut "dianggap" sudah terbukti benar.

Ya, bukankah ini menjadi suatu kebenaran kalau saat ini kita berada dalam kontrol media melalui informasi-informasi yang disajikan?! Maka, di sinilah pertualangan kita dimulai. Bagaimana bisa mensiasati hidup di era kebohongan media dari berita hoax ini?

Bertahan dari Gempuran Berita Palsu? Cari Bukti! 

"Berita palsu hanyalah gejala. Penyakit sesungguhnya adalah berkurangnya keinginan mencari bukti, mempertanyakan sesuatu, dan berpikir kritis."

Ya, kutipan di atas boleh saya dapati dari tulisan Farinia Fianto yang berjudul Empati Digital bagi Generasi Millenial. Pada kutipan ini kembali membawa ingatan saya pada materi yang disampaikan oleh Ibu Rosarita Niken yang menjelaskan ciri-ciri berita hoax.

Ibu Rosarita Niken, Dirjen Kemenkominfo
Ibu Rosarita Niken, Dirjen Kemenkominfo
Pada dasarnya, berita hoax bisa dikenali dengan mudah. Karena, beberapa pola yang dimainkan oleh si pembuat dilakukan dengan skema yang sama. Lantas, sudahkah kita jeli melihat ini semua? Rasa ingin mencari bukti, mempertanyakan sesuatu dan berpikir rasanya menjadi langkah yang tepat sekali untuk bisa bertahan dari gempuran berita palsu.

Dijelaskan, kalau ciri-ciri berita hoax memiliki 11 tanda yang bisa dikenali:

1. Menciptakan kecemasa, kebencian, permusuhan dan lainnya.

2. Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawa  atau klarifikasi.

3. Pesan sepihak, menyerang dan tidak netral atau berat sebelah.

4. Mencatut nama tokoh berpengaruh  atau pakai nama mirip media terkenal.

5. Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat.

6. Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya.

7. Memberi penjulukan.

8. Menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya nampak ilmiah dan dipercaya.

9. Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memeilintir pernyataan narasumber.

10. Berita ini biasanya ditulis oleh media yang tidak jelas alamat dan susunan redaksinya.

11. Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keteranganya juga dimanipulasi.

Dari poin-poin di atas. Biasanya, berita hoax yang sering dijumpai seperti tidak ada sumber media yang jelas, tidak mencantumkan tanggal waktu publishnya, isi berita menyudutkan/konten negatif, dan adanya ancaman jika tidak menyebarkan ulang berita tersebut.

Sehingga, tujuan dari si profesional pembuat berita hoax ini bisa terwujud. Seperti, ingin menyulut kemarahan, menebarkan kebencian, melakukan profokasi dan melakukan hasutan yang mampu menciptakan pemberontakan.

Tujuan ini dimulai dari membentuk sebuah persepsi negatif melalui manipulasi informasi ke pikiran pembaca. Sehingga, opini negatif yang dilahap mentah-mentah inilah mampu memecah belah bangsa Indonesia.

Ya, kita semua sudah bisa merasakan keberhasilan dari profesi pembuat berita hoax ini bukan? Mulai dari perang argumen melalui social media, adu komentar, hingga timbulnya ketidaksukaan dengan pemikiran masing-masing terjadilah diisntegrasi yang dimulai dari saling unfriend/unfollow dan berujung putus komunikasi di dunia yang sesungguhnya.

Baca juga: Internet Etiket dalam Bersocial Media.

Oleh sebab itu, mari bersama-sama kita bersatu melawan hoax. Semua ini tentu dimulai dari diri sendiri. Langkah sederhana yang bisa diterapkan dari diri sendiri sebagaimana yang diungkapkan di atas. Mencari Bukti, mempertanyakan sesuatu dan berpikir kritis.

Menutup, Ibu Rosarita Niken memaparkan ada upaya bersama yang bisa dilakukan dalam melawan konten negatif:

1. Melaksanakan literasi media kepada masyarakat agar mereka sadar untuk tidak membuat atau turut menyebarkan hoax namun menciptakan konten-konten positif.

2. Aktif melakukan klarifikasi resmi dan counter issue terhadap berita-berita hoax atau potensi hoax diberbagai kanal.

3. Turut mengkampanyekan dan menggandeng komunitas untuk melawan hoax.

4. Bila menemukan berita hoax, bisa mengadukannya melalui email aduankonten@mail.kominfo.go.id, aduankonten.id, dan https://trustpositif.kominfo.go.id/

5. Saring sebelum sharing! Salah satu website untuk menyaring berita hoax bisa mengakses di https://hoaxanalyzer.com atau www.snopes.com.

 Mari lawan dan perangi berita hoax. Semangat menciptakan serta menebar konten-konten postif menuju Indonesia damai! Salam, Indonesia Satu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun