Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan era digital seperti saat ini membuat kita bisa dengan mudah mencari dan mendapatkan informasi. Budaya Korean Pop atau K-Pop mulai merebak ke berbagai negara tak terkecuali Indonesia. Sukses dengan berbagai film, series, dan drama yang ditayangkan, Korea Selatan pun mulai memasarkan musik-musik mereka yang tentu saja langsung menjadi favorit banyak orang khususnya para remaja.
Visual yang memanjakan mata, suara yang mampu membius para pendengarnya, dan lirik lagu yang tak jarang bisa mewakili perasaan, membuat musik K-Pop mampu mendapatkan banyak penggemar dari belahan dunia.Â
Ini mendorong berbagai penggemar K-Pop menjadi lebih konsumtif. Mereka tak segan untuk menghabiskan waktunya demi streaming musik video idolanya, bahkan menghabiskan uang untuk membeli album maupun merchandise nya.
Tak sedikit orang yang menganggap bahwa menjadi penggemar K-Pop hanyalah membuang-buang waktu, tenaga, dan uang. Tak sedikit pula dari mereka yang bahkan sampai menghina idola dan penggemar K-Pop itu sendiri. Lebih mencintai produk luar negeri, tidak cinta tanah air, sampai mengaitkannya dengan agama menjadi hal yang tak asing didengar dikalangan Kpopers (julukan penggemar K-Pop).
Memiliki seorang idola adalah hal yang lumrah apalagi bagi seorang remaja. Setiap individu pun memiliki kebebasan untuk memilih idola mereka dan sudah menjadi hal yang wajib untuk menghormati setiap kesukaan atau hobi dari seseorang selagi itu masih dalam batas yang wajar dan tidak mengganggu. Hal inilah yang terkadang sulit dipahami oleh kalangan non-Kpopers.
Di tengah masalah-masalah dalam hidup, musik K-Pop bisa memberikan motivasi lewat lirik-lirik dalam lagunya. Lagu Answer: Love Myself yang dinyanyikan oleh salah satu boygroup yang mendunia, BTS, mengajarkan kita untuk selalu mencintai dan menghargai diri sendiri. Tentunya, motivasi dalam lagu tersebut hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mendengarkan dan sebagian besar adalah penggemar mereka. Itu adalah salah satu contoh mengapa musik K-Pop memiliki banyak penggemar tak terkecuali di Indonesia.
Sebelum debut, sebuah grup K-Pop harus menjalani pelatihan di bawah agensi tertentu yang disebut trainee. Untuk bisa bertahan, mereka harus memiliki rasa sabar, ketekunan, dan kesungguhan. Tak jarang, para idol harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengikuti masa trainee yang tak ada jaminan apakah mereka bisa debut atau tidak. Salah satu contohnya adalah G-Dragon yang harus menghabiskan waktu 11 tahun untuk trainee di YG Entertainment sebelum akhirnya bisa debut bersama Big Bang.
Hal itu tentunya bisa memotivasi para penggemar K-Pop bahwa butuh kerja keras dan pengorbanan untuk mendapatkan sesuatu. Ini membuktikan bahwa menjadi penggemar K-Pop tak selamanya memberikan dampak yang buruk. Atas dasar ini juga para penggemar K-Pop akhirnya mau membelanjakan uang mereka untuk membeli album ataupun merchandise sebagai bentuk menghargai kerja keras idola mereka.
Pada tanggal 27 Februari 2016 di ICE BSD, Tangerang, lagu Indonesia Raya dinyanyikan secara serentak sebagai pembukaan dalam konser EXO yang bertajuk EXO Planet 2 The Exolusion. Pada tahun 2017, tepatnya tanggal 29 April, boygroup BTS dalam konser Wings Tour di Indonesia juga melakukan hal yang sama.
Fakta ini mematahkan cemoohan dari kalangan non-Kpopers Indonesia yang mengecap bahwa Kpopers tak cinta tanah air. Mereka membuktikan bahwa mereka tetap mencintai tanah air meskipun memiliki idola yang berasal dari luar negeri. Jadi, wajar saja apabila seorang Kpopers merasa marah jika dikatakan tidak mencintai tanah air hanya karena menyukai musik K-pop.
Selain dari segi musik dan liriknya, gaya berpakaian mereka yang stylist dan make up mereka pun turut mengundang perhatian dari penggemar dan dari kalangan yang bukan penggemar. Gaya berpakaian dan make up mereka pun menjadi inspirasi bagi mereka yang senang ber-OOTD atau sekedar ingin tampil modis.
Hal inilah yang terkadang tak ditanggapi dengan bijak oleh para remaja yang belum bisa menyaring sebuah budaya. Bagi seorang Idol K-Pop, berpakaian yang terkadang minim dan terbuka menjadi hal yang umum bagi mereka, tapi tidak di Indonesia. Dalam lingkungan kita, tentunya ada norma-norma yang secara tidak langsung mengatur seseorang dalam berpakaian.
Para remaja yang menelan budaya tersebut mentah-mentah, cenderung langsung meniru tanpa memperhatikan baik dan buruknya. Mereka hanya berpikir bahwa meniru idola mereka akan membuat mereka terlihat keren.Â
Padahal, apa yang mereka lakukan bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya pengawasan dari orang dewasa agar mereka tak terjerumus ke dalam hal-hal yang bertentangan dengan norma yang ada.
Mengingat, Korea Selatan bukan hanya memasarkan lagu-lagunya tetapi juga film, series, dan drama yang penggemarnya juga tak kalah banyak. Film, series, dan drama yang diproduksi oleh Korea Selatan memang sebagian besar sangat berkualitas dan bahkan sampai mampu menembus pasar Internasional. Sebut saja True Beauty (2020), It's Okay Not To Be Okay (2020), Stranger From Hell (2019) dan masih banyak lagi.
Bagi yang bukan penggemar, pasti mempertanyakan kenapa sampai betah duduk manis menonton berbagai film, series, dan drama yang tentunya berbeda dengan yang diproduksi dari Hollywood, mungkin saja bagi mereka itu membosankan. Lebih baik bermain game, atau menonton film-film Hollywood yang lebih menantang.
Selain para karakter yang visualnya memanjakan mata, jalan ceritanya juga menginspirasi. Tak jarang, pesan moral yang terkandung di dalamnya bisa memberikan kekuatan kepada para penonton. Genre yang bervariasi pun membuat para penonton bisa mempelajari hal-hal yang baru. Contohnya saja jika ingin mengetahui tentang dunia medis, maka bisa menonton Hospital Playlist (2020), Doctor Romantic (2016), dan masih banyak lagi. Apabila ingin mengetahui tentang dunia detektif, maka bisa menonton Stranger From Hell (2020), Tunnel (2017), dan yang lainnya. Jadi, bukan hanya menonton, tetapi kita juga bisa sembari belajar.
Menonton drama Korea secara berlebihan juga bisa memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang sering timbul adalah berekspektasi berlebihan, berharap bahwa segala yang terjadi dalam hidup akan seindah di dalam drama yang ditonton. Hal ini tentunya sangat berbahaya, karena apabila tidak sesuai ekspektasi akan bisa memunculkan rasa depresi.
Menyukai atau menggemari sesuatu bukanlah suatu kejahatan yang harus selalu dihakimi. Selagi tidak merugikan pihak lain, setiap orang berhak menentukan siapa dana apa yang menjadi kesukaan mereka.Â
Menghargai dan menghormati orang lain, termasuk kesukaannya, adalah sikap yang harus kita terapkan dalam kehidupan dalam bermasyarakat. Kita tidak tahu hal apa yang menjadi dasar mereka menyukai sesuatu, apakah hal tersebut sangat berharga bagi mereka, atau seber-dampak apa kesukaan itu terhadap hidup mereka.
Oleh karena itu, sikap toleransi harus kita terapkan. Bukan hanya tentang menghargai perbedaan agama tetapi juga perbedaan kesukaan, kegemaran, atau hobi. Jangan sampai menghakimi hobi orang lain apalagi hobi tersebut tidak merugikan kita sama sekali. Saling menghormati dan menghargai akan membuat hidup terasa lebih tenteram dan damai. Hal terakhir yang perlu diingat, menyukai atau menggemari sesuatu bisa memberikan dampak positif apabila tidak dilakukan secara berlebihan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI