Menghargai keragaman adalah salah satu bentuk ketaatan kita pada hukum alam. Tuhan telah menciptakan manusia dengan segala keragaman identitas yang melekat padanya. Menyadari dan menghormati keragaman, tak hanya sebagai cara mengenali sesama tetapi juga bagaimana memuliakan sang penciptanya.
Tugas besar yang membentang di hadapan bangsa indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar adalah bagaimana mengelola keragaman sebagai sebuah kekuatan yang saling mendukung satu dengan lainnya. Tidak ada cara lain bagi segenap elemen bangsa untuk terus mengingat dan menyadari eksistensi kita sebagai bangsa yang dikenal oleh kebhinekaan pada identitas kita yang bersifat primordial. Tak hanya menyadari, tetapi proses selanjutnya harus terus diupayakan, yakni mengenali keragaman-keragaman tersebut. Dalam setiap upaya pengenalan, ada tujuan mulia yang tersimpan di dalamnya, yakni menghargai setiap budaya, religi, suku, serta bahasa sebagai identitas khas dan unik yang melekat pada diri manusia.
Sebagaimana Bangsa Indonesia mengenal nenek moyang nusantara sebagai pelaut yang ulung. Tinggal di negara kepulauan, para pelaut nusantara melakukan ekspedisi yang sangat luar biasa panjang. Mereka tak hanya berlayar antarpulau di wilayah nusantara saja, tetapi melakukan perjalanan yang sangat jauh hingga wilayah Afrika. Perjalanan laut sudah dilakukan sekitar abad 5 dan 7 M. Perjalanan yang dilakukan, memungkinkan mereka berinteraksi dengan kebudayaan yang berbeda di tempat di mana para pelaut itu singgah. Di situlah terjadi kontak. Nenek moyang kita berkenalan dengan lingkungan barunya. Tak hanya berkenalan, beberapa di antaranya menetap dan meneruskan generasinya di sana.
Pada apa yang dilakukan oleh nenek moyang pelaut bangsa indonesia kala itu, tercipta sebuah bangunan identitas khas pada masyarakat Afrika. Di sana dikenal tentang asal-usul "Zanj" yang namanya merupakan asal-usul nama bangsa Azania, Zanzibar, dan Tanzania. Zanj adalah ras Afro-Indonesia yang menetap di Afrika Timur, jauh sebelum kedatangan pengaruh Arab atas Swahili.
Dari peristiwa yang terjadi di masa silam seperti di atas, kita bisa belajar, setidaknya dua hal. Pertama, pada setiap perjalanan, seseorang akan bersua dengan adanya perbedaan-perbedaan. Ketidaksamaan itu mewujud dalam tampilan fisik atau bahasa yang dituturkan. Pada bahasa yang sama sekalipun, ada dialek yang berlainan. Sehingga tetap ada keragaman dalam sebuah identitas yang pada awalnya kita yakini ada. Begitu juga dalam hal keyakinan atau ajaran agama, sudah pasti ada ketidaksamaan. Kita bisa mengibaratkan ini dengan seorang yang sedang bertamu ke rumah kerabat, tetangga atau orang yang baru ditemui dalam kehidupannya.Â
Hal ini sesuai dengan hadis berikut: "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu beliau bersabda, Nabi Saw ditanya, "Agama Manakah yang paling dicintai Allah?" Lalu beliau berkata: "Al-Hanafiyah As-Sambah (yang lurus dan toleran)." (HR Bukhari).
Pelajaran kedua dari kisah tentang perjalanan laut nenek moyang nusantara adalah pembentukan identitas baru yang tercipta dari persilangan berbagai identitas. Pada setiap identitas yang melekat, ada keragaman di sana. Pembentukan itu terjadi melalui proses perjumpaan budaya yang melintasi batas-batas geografis yang sangat mungkin tercipta, karena dunia yang kita huni, sesungguhnya saling terhubung.
Jika kita menghargai kebudayaan yang berbeda, apakah itu artinya kita tidak menghormati kebudayaan yang kita miliki?
Dalam dunia yang sudah terhubung, cara untuk mengetahui bahwa ada banyak kebudayaan di belahan bumi menjadi lebih mudah. Perangkat teknologi memungkinkan kita mengakses informasi di tempat yang berbeda dengan sangat cepat. Pengetahuan kita akan tradisi serta budaya masyarakat di wilayah lain juga menjadi lebih mudah didapat.
Hal ini sesuai dengan hadis berikut: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).
Kebanggaan atas jati diri yang kita miliki, tidak lantas membuat kita harus menganggap rendah identitas bangsa lain. Masing-masing kebudayaan memiliki kekhasan atau keunikannya masing-masing. Kita sebagai bangsa indonesia tentu berhak untuk merasa bangga atas apa yang dimiliki. Rasa hormat atas identitas sebagai sebuah bangsa yang memiliki peradaban adiluhung misalnya, adalah sikap yang wajar dimiliki. Namun, bersamaan dengan sikap bangga terhadap kebudayaan yang kita miliki, harus juga ditunjukkan penghormatan atas budaya bangsa lain.