Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia berperan sebagai fondasi konstitusional negara dalam perjalanan bangsa Indonesia sejak kemerdekaannya. Dengan frasa yang monumental Prinsip yang tercermin dalam Alinea Pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia yang berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," menjadi landasan utama bagi negara Indonesia dalam menyuarakan kemerdekaan sebagai hak dan kebebasan berbangsa yang berlandaskan peri kemanusiaan dan perikeadilan. Indonesia menegaskan komitmennya untuk menghormati hak asasi manusia, keadilan, dan perdamaian di tingkat global. Indonesia bukan hanya berperan sebagai negara dalam sebuah wilayah geografis, tetapi sebagai bagian dari komunitas global yang menghormati kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian. (G. Santoso et al., 2023). Apabila dibedah lebih lanjut, alinea pertama pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memiliki keterkaitan dengan Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya pada pilar ke 16. Alinea pada pembukaan Undang-Undang dasar 1945 ini mencerminkan semangat dan tekad bangsa Indonesia dalam memperjuangkan martabat, hak asasi, dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun, di balik pesan kuat ini, muncul perdebatan tentang bagaimana implementasi prinsip ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia.Â
Dalam konteks sosial, sebagaimana mestinya pembukaan Undang-Undang dasar 1945 Indonesia sudah seharusnya mencerminkan pemikiran dan gagasan positif namun dalam kenyataannya saat ini konsep kebebasan berbangsa kerap disalahgunakan oleh beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab sehingga berpotensi menyebabkan penyimpangan norma di masyarakat serta dapat merusak harmoni sosial bangsa Indonesia. Contoh yang dapat diamati dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat adalah maraknya kasus LGBT yang saat ini mulai di normalisasi beberapa golongan masyarakat di Indonesia mengatasnamakan hak asasi manusia (M. B. Santoso, 2016). Hal ini menujukkan bahwa makna kebebasan dan hak asasi manusia kini telah banyak disalah artikan sebagai pembenaran dalam melakukan tindakan atau perilaku menyimpang dari norma yang berlaku di Indonesia. Contoh lain dari dampak negatif penyalahgunaan makna kebebasan berbangsa yang diungkapkan beberapa kritikus menyebutkan bahwa interpretasi yang luas terhadap konsep kebebasan berbangsa dapat menjadi celah bagi tindakan-tindakan yang sifatnya merusak persatuan. Hal ini dapat dilihat dari adanya, gerakan kelompok separatis yang menyalahgunakan konsep kebebasan berbangsa untuk membenarkan upaya memisahkan diri bahkan mengancam integritas nasional. Potensi inlah yang justru dapat menghasilkan konflik dan ketidakstabilan sosial yang berpotensi menghambat kemajuan masyarakat (G. Santoso et al., 2023).
Selain dalam aspek sosial, dalam konteks SDGs di bidang ekonomi kebebasan berbangsa mungkin saja dapat menimbulkan dilema. Dalam upaya untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, beberapa negara mungkin merasa perlu untuk membatasi ketergantungan mereka terhadap negara lain yang dapat bertentangan dengan semangat kebebasan berbangsa yang ingin memastikan bahwa hak setiap bangsa untuk mengejar kerjasama internasional yang adil dapat dijalankan dengan baik (Rodrik, 2018). Beberapa interpretasi konsep atau penyimpangan dalam memaknai kebebasan berbangsa dalam alinea pertama Undang-Undang Dasar 1945 mungkin saja mendorong negara untuk mengambil langkah proteksionis, mengisolasi diri dari pasar global, dan meredam investasi asing. Ini memiliki potensi untuk merugikan pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan kemajuan ke arah mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam era yang semakin terhubung secara global, penutupan diri bisa saja menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Namun, pada dasarnya sudah seharusnya kebebasan berbangsa di inpretasikan secara positif sebagian bagian yang tak terpisahkan dari keadilan dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Sebagaimana interpretasi tersebut, implementasi makna dari alinea pembukaan UUD 1945 tersebut seharusnya mendorong pembebasan dari penjajahan dan perlindungan martabat manusia. Selain itu, dalam konteks kajian SDGs di bidang sosial dan ekonomi, konsep ini relevan dengan upaya mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan yang masih menghantui banyak negara. Karenanya sudah semestinya pendekatan positif terhadap konsep kebebasan berbangsa dapat menjadi sarana untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan inklusi dan kesetaraan.Â
Meskipun begitu, perlu diingat bahwa implementasi prinsip ini haruslah dilakukan dengan bijaksana dan berimbang. Regulasi hukum yang tepat harus diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan konsep kebebasan berbangsa demi tujuan yang merugikan. Keseimbangan antara aspirasi kebebasan berbangsa dan tanggung jawab terhadap stabilitas nasional serta pertumbuhan ekonomi berkelanjutan harus dijaga dan menjadi tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia. Kesimpulannya, meskipun perdebatan mengenai implementasi konsep kebebasan berbangsa yang tergambar dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945 menuai beberapa kritik dan kekhawatiran akan potensi dampak negatifnya pada aspek sosial dan ekonomi, terdapat pula pada pandangan sisi lain yang melihatnya secara positif sebagai fondasi penting bagi hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karenanya, dalam konteks Kajian SDGs di bidang sosial dan ekonomi, perlu ditemukan solusi seimbang dan bijaksana yang dapat menyuarakan kebebasan berbangsa sambil tetap memperhatikan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
United Nations Development Programme (UNDP). (2020). "Sustainable Development Goals." https://www.undp.org/sustainable-development-goals
Rodrik, D. (2018). Populism And The Economics Of Globalization. Journal of International Business Policy, 1(1–2), 12-33.Â
Santoso, G., Karim, A. A., Maftuh, B., & Murod, M. (2023). Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi melalui Kajian Filosofis Pembukaan UUD 1945 Indonesia Abad 21. Jurnal Pendidikan Transformatif (Jupetra), 2(1), 297–311.
Santoso, M. B. (2016). Lgbt Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Share : Social Work Journal, 6(2), 220. https://doi.org/10.24198/share.v6i2.13206
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H